Bukan hanya pekerja wanita, pekerja pria juga diberikan hak untuk cuti ketika istrinya melahirkan. Cuti ayah, atau yang dikenal sebagai paternity leave, merupakan waktu ketika seorang ayah diperbolehkan cuti dari pekerjaannya secara legal untuk menghabiskan waktu dengan istrinya dalam keperluan membantu kelahiran atau mengasuh anak.
Paternity leave sejatinya juga telah diterapkan di Indonesia melalui UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Dalam Pasal 93 Ayat 4 huruf (e), disebutkan bahwa karyawan pria berhak untuk menemani istrinya yang melahirkan atau keguguran selama 2 hari. Periode cuti yang melebihi periode tersebut harus diambil dari jatah cuti tahunan.
Meski begitu, banyak yang menilai periode cuti ayah ini terlalu singkat. Survei dari Populix menyebutkan bahwa 39% responden menginginkan periode cuti ayah selama 39%.
Sementara itu, 22% responden ingin lama cuti ayah kurang dari 1 bulan. 19% responden lainnya ingin paternity leave selama 3 bulan. Ada pula yang ingin durasi cuti ayah selama 2 bulan dan lebih dari 4 bulan, meski proporsinya tidak terlalu besar.
Pemerintah sendiri saat ini tengah menyusun aturan khusus untuk menyediakan hak cuti ayah bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara sebagai aturan pelaksana dari UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Sebelumnya, tidak ada dasar aturan yang jelas terkait cuti bagi ASN pria.
"Pemerintah akan memberikan hak cuti kepada suami yang istrinya melahirkan atau keguguran. Cuti mendampingi istri yang melahirkan itu menjadi hak ASN pria yang diatur dan dijamin oleh negara,” ungkap Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Abdullah Azwar Anas seusai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Rabu (13/03), mengutip situs resmi KemenpanRB.
Saat ini, durasi cuti tersebut masih dalam tahap diskusi. Beberapa mengusulkan lama cuti ayah berkisar 15 hari, 30 hari, 40 hari, hingga 60 hari. "Untuk waktu lama cutinya sedang dibahas bersama stakeholder terkait yang akan diatur secara teknis di PP dan Peraturan Kepala BKN," lanjut Anas. Rencananya, RPP ini ditargetkan selesai paling lambat pada April 2024 mendatang. Namun demikian, hingga saat ini masih belum ada kabar kelanjutan terkait peresmian undang-undang tersebut.
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor