Kesadaran akan pentingnya menjaga keberlanjutan terus meningkat di kalangan masyarakat Indonesia. Lingkungan yang semakin dieksploitasi untuk kepentingan manusia semata mengakibatkan pemanasan global yang berujung pada kerusakan lingkungan. Tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab tidak jarang berujung pada hilangnya habitat keanekaragaman hayati. Tanpa adanya aksi pasti, bumi semakin hancur, tidak akan lagi ada tempat tinggal tersisa bagi manusia di masa depan.
Untuk itu, gerakan untuk hidup lebih “hijau” ramai disuarakan akhir-akhir ini. Salah satu cara untuk menjaga kelestarian lingkungan adalah dengan menggunakan produk-produk hijau, atau biasa dikenal sebagai sustainable product. Produk berkelanjutan ini adalah produk ramah lingkungan yang dalam proses produksinya telah mengedepankan isu-isu lingkungan, mulai dari proses perencanaan, pembuatan produk, hingga pemasaran.
Dengan demikian, dampak lingkungan yang dihasilkan dari produk sustainable sangat minim. Beberapa produk berkelanjutan juga turut memberi manfaat bagi lingkungan selama siklus hidupnya, mulai dari produksi, pemakaian, hingga ke pembuangan akhir.
Penggunaan produk berkelanjutan dapat menjadi langkah awal untuk turut menjaga kelestarian lingkungan. Di Indonesia, menurut survei Snapcart, sebanyak 84% penduduknya mengaku pernah membeli atau menggunakan produk berkelanjutan. Jenis produk yang digunakannya pun beragam. Adapun survei dilakukan secara daring pada Oktober 2024, melibatkan 750 responden.
Sebanyak 50% responden mengaku menggunakan kemasan produk yang eco-friendly, seperti plastik yang terbuat dari singkong, tas belanja yang dapat digunakan kembali, dan lain-lain. Selanjutnya, 46% responden banyak menggunakan alat makan yang bisa dipakai kembali. Membawa alat makan sendiri dari rumah misalnya, dapat membantu mengurangi penggunaan alat makan plastik yang biasa disajikan bersama makanan, sehingga meski kecil, turut berkontribusi membantu mengurangi pemakaian plastik.
Di sisi lain, 38% responden mengaku mulai mengubah dietnya menjadi plant-based, yang mana mereka tidak lagi mengonsumsi makanan yang mengandung protein hewani. Produksi bahan makanan nabati membutuhkan tanah yang lebih sedikit, sumber daya yang lebih rendah, dan juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih sedikit ketimbang bahan pangan hewani. Penelitian menunjukkan bahwa pola makan vegan menghasilkan jejak karbon 60% lebih rendah dibanding diet daging hewan dan 24% lebih rendah dibanding diet vegetarian.
Lebih lanjut, 36% responden tercatat menggunakan lampu atau alat elektronik yang lebih hemat energi guna mengurangi jejak karbon.
Adapun alasan dibalik penggunaan produk eco-friendly atau berkelanjutan ini sangat beragam. Sebanyak 38% responden mengaku ingin melindungi bumi dan lingkungan, sedangkan 28% berpendapat bahwa produk eco-friendly lebih sehat.
Selain kedua alasan utama tersebut, 18% menyebutkan bahwa produk eco-friendly biasanya memiliki kualitas yang baik dan lebih cocok digunakan, 8% mengaku menggunakan produk eco-friendly membuatnya merasa lebih berkelas, 6% memakainya karena terpengaruh dari teman, keluarga, atau influencer di sosial media, dan 6% sisanya menggunakan produk eco-friendly untuk mengikuti yang sedang trending saat ini.
Sejauh ini, sebanyak 43% responden mengaku telah menggunakan produk eco-friendly selama kurang dari setahun. Meski begitu, sekitar 38% menyatakan telah menggunakannya sekitar 2-8 tahun lamanya, menunjukkan komitmen untuk tetap membantu menjaga kelestarian lingkungan lewat hal-hal sederhana.
Baca Juga: Ramah Lingkungan, Inilah Jajaran Negara dengan Emisi Karbon Terendah di Dunia
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor