Isu pengangguran masih jadi salah satu hal yang ramai dibicarakan. Ketimpangan antara ketersediaan lapangan kerja dengan pasar tenaga kerja membuat tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia berada pada angka 4,91% pada Agustus 2024, turun 0,41% poin dibanding Agustus 2023. Penurunan ini membawa sinyal positif terhadap keberlangsungan angkatan kerja saat ini, meski tidak dapat dipungkiri masih ada PR besar menanti pemerintah, yakni bagaimana mengentaskan angka pengangguran sepenuhnya, sehingga seluruh angkatan kerja bisa mendapat pekerjaan dan tetap produktif. Ditambah dengan bonus demografi yang dimiliki Indonesia, isu pengangguran ini jadi hal kritis untuk dientaskan. Jangan sampah bonus demografi malah berubah menjadi beban negara, yang tidak bisa produktif untuk mendukung kemajuan bangsa.
Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) edisi Maret 2025 menyebutkan bahwa persepsi responden terhadap ketersediaan lapangan kerja secara umum masih berada dalam zona optimis. BI mengadakan survei bulanan terhadap 4600 rumah tangga di 18 kota besar di Indonesia untuk menilai keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Salah satu yang diukur adalah indeks ketersediaan lapangan kerja (IKLK), yang menilai persepsi konsumen terkait kondisi ketersediaan lapangan kerja.
Apa itu IKLK?
IKLK adalah indeks yang mengukur persepsi konsumen mengenai kondisi ketersediaan lapangan kerja saat ini jika dibandingkan dengan kondisi 6 bulan lalu. Skor di atas 100 menggambarkan optimisme konsumen terkait kondisi ketersediaan lapangan kerja, sedangkan skor di bawah 100 menunjukan kondisi pesimis.
Secara umum, angka ini digunakan untuk menilai kondisi lapangan kerja saat ini, yang bisa dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Turun
Survei konsumen terbaru dari Bank Indonesia menyebutkan bahwa IKLK pada kuartal I 2025 mengalami penurunan. Pada Maret 2025, indeksnya sebesar 100,27, terus menurun selama 3 bulan pertama di 2025. Nilai ini lebih rendah dibanding capaian Desember 2024 yang sebesar 112,18 poin.
Meski turun, IKLK masih berada di atas 100, yang mencerminkan kondisi optimis konsumen akan ketersediaan lapangan kerja saat ini. Namun, optimisme tersebut terus melemah hingga mendekati batas minimum menuju pesimistis.
Jika ditinjau berdasarkan tingkat pendidikan akhir, maka kelompok pascasarjana menorehkan IKLK terendah, hanya sebesar 89 pada Maret 2025, turun dari 104,9 pada Februari. Hal ini menunjukkan adanya penurunan optimisme kelompok pascasarjana dalam menemukan pekerjaan. Nilainya bahkan anjlok di bawah batas indeks 100, yang berarti kelompok pascasarjana kini pesimis akan bisa mendapat pekerjaan.
Di sisi lain, kelompok sarjana juga turun dari 115,8 pada Februari menjadi 107,2 pada Maret, sedangkan kelompok akademi/diploma turun tipis dari 111,5 menjadi 110,4. Kelompok pendidikan akhir SMA juga mengalami penurunan IKLK, dari 100,3 menjadi 94,5.
Penurunan ini mencerminkan kondisi riil dalam pasar lapangan kerja Indonesia saat ini, di mana mencari kerja menjadi hal yang semakin sulit.
Baca Juga: Apa Betul Cari Kerja di Indonesia Susah?
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor