Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling mengkhawatirkan di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri atau kuman Mycobacterium tuberculosis, yang utamanya menyerang paru-paru dan dapat menyebar ke organ lain hingga berisiko mengakibatkan kematian bagi penderitanya.
TBC mudah menular melalui udara, percikan droplet saat berbicara, hingga batuk dan bersin. Pengobatan TBC membutuhkan waktu yang cukup lama, minimal 6 bulan secara konsisten dan kemungkinan efek samping dari obatnya pun cukup tinggi. Apabila tidak ditangani dengan tuntas maka akan menyebabkan resistensi obat (kebal obat) bagi penderitanya.
Secara global hingga tahun 2024, diperkirakan terdapat 1 miliar kematian akibat kasus TBC dalam 200 tahun terakhir. Pada 2023, terdapat sekitar 10,8 juta orang terkena TBC dan 1 juta orang meninggal akibatnya.
Berdasarkan data dari Global TB Report 2024, Indonesia masuk jajaran negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia, mencapai 10% dari total kasus global pada 2023. Kasus TBC di Indonesia pada 2023 estimasinya mencapai 1,09 juta kasus yang menyebabkan kematian pada 125 ribu penduduk.
Sedangkan, kasus TBC tertinggi di posisi pertama disumbang oleh Negara India sebesar 26% dengan estimasi 2,80 juta kasus yang menyebabkan 315 ribu kematian. Negara lain penyumbang kasus TBC tertinggi di dunia adalah China (6,8%), Filipina (6,8%), Pakistan (6,3%), Nigeria (4,6%), Bangladesh (3,5%), dan Republik Demokratik Kongo (3,1%).
Seluruh kasus TBC harus segera diidentifikasi dan diobati sedini mungkin sebagai upaya dalam memutus rantai penularan dan meningkatkan kualitas hidup di masa depan.
“Setiap jam, 14 orang meninggal karena TBC di Indonesia. Kita harus bergerak bersama. Jika tidak dimulai sekarang, target eliminasi 2030 akan sulit tercapai,” ungkap dr. Ina dalam temu media yang digelar Senin, (24/3/2025), mengutip Kemenkes.
Target Quick Win penemuan 90% kasus TBC di tahun 2025 menjadi salah satu indikator dalam meningkatkan inisiasi dan keberhasilan pengobatan di Indonesia. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan gratis yang diharapkan dapat menurunkan jumlah kasus secara signifikan.
Pada tahun 2025, pemerintah menargetkan temuan kasus TBC sebanyak 90% dengan estimasi 981 ribu kasus dan untuk inisiasi pengobatannya ditargetkan sebesar 95% dengan capaian estimasi sebanyak 932 ribu. Sedangkan untuk target keberhasilan pengobatan dari TB SO (90%) dan TB RO (80%).
Tren Kasus TBC di Indonesia
Berdasarkan rilis data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tren kasus TBC di Indonesia terus mengalami kenaikan per tahunnya.
Pada tahun 2020, jumlah notifikasi kasus TBC yang masuk mencapai 393.323, dengan total estimasi kasus sebanyak 824.000 dan kasus diobati sebesar 362.418. Angka ini terus naik hingga tahun 2021 dengan 443.235 notifikasi masuk dari total estimasi 969.000 kasus dengan kasus diobati sebanyak 403.168.
Pada tahun 2022 hingga 2023, total estimasi kasus cenderung menunjukkan lonjakan yang signifikan di 1,060 juta kasus. Lebih dari 724.309 notifikasi kasus di tahun 2022 dan jumlahnya terus meningkat menjadi 821.200 kasus teridentifikasi pada 2023.
Hingga tahun 2024, estimasi total kasus TBC di Indonesia mencapai 1,092 juta kasus dengan notifikasi kasus sebanyak 889.133 dan kasus diobati sebanyak 802.228 kasus.
Sampai awal bulan Maret 2025 terkonfirmasi bahwa estimasi total kasus TBC di Indonesia mencapai 1,090 juta kasus dengan notifikasi kasus (66.797) dan kasus diobati (45.796) jumlah ini akan terus diperbarui dalam pergerakannya sepanjang tahun 2025.
Angka kenaikan kasus TBC ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Pemerintah pun menargetkan angka insiden TBC turun sekitar 80% atau 65 per 100 ribu penduduk dan angka kematian pun turun menjadi 6 per 100 ribu penduduk pada tahun 2030.
Pada 2025 ini, pemerintah menargetkan jumlah insidensi turun sebesar 50% atau 163 per 100 ribu penduduk, mengacu pada indikator treatment coverage 90%, success rate 90%, Terapi Pencegahan TB (TPT) kontak serumah 70%.
Bagaimana Strategi Penanggulangannya?
Berdasarkan acuan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021, terdapat enam strategi penting dalam upaya penanggulangan TBC secara Nasional, meliputi:
- Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi TBC
- Peningkatan akses layanan TBC bermutu dan berpihak pada pasien
- Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan pencegahan TBC dan pengendalian infeksi
- Pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis, dan tatalaksana TBC
- Peningkatan peran serta komunitas, mitra dan multisektor lainnya dalam eliminasi TBC
- Penguatan manajemen program melalui penguatan sistem kesehatan
Pengaturan tentang penanggulangan kasus TBC ini utamanya berfokus pada target dan strategi, pelaksanaan, tanggung jawab, koordinasi, peran aktif masyarakat, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan, hingga pendanaan dalam pengimplementasianya.
“Pencegahan dan pengobatan TBC harus menjadi prioritas utama. Tanpa kebijakan yang kuat dan anggaran yang memadai, target tersebut sulit dicapai. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus memastikan alokasi anggaran yang tepat,” ujar Dr. Chaerul wakil Kemendagri dalam temu media yang digelar Senin, (24/3/2025), mengutip Kemenkes.
Baca Juga: Simak Rincian Anggaran Prioritas Prabowo pada 2025