Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengusulkan kebijakan kontroversial yang mewajibkan vasektomi atau KB pria sebagai syarat menerima bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat prasejahtera. Selain itu, ia menawarkan insentif sebesar Rp500 ribu bagi warga yang bersedia menjalani prosedur tersebut. Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan angka kelahiran dan menekan tingkat kemiskinan di provinsi tersebut.
Dedi menyoroti tingginya biaya kelahiran, yang rata-rata mencapai Rp25 juta per kelahiran, terutama karena banyak kasus persalinan caesar, terjadi pada anak keempat atau kelima. Menurutnya, tanggung jawab finansial atas kehamilan, kelahiran, dan pendidikan anak harus dipertimbangkan secara matang, terutama oleh keluarga yang tidak mampu. Dengan mewajibkan vasektomi, Dedi ingin memastikan keluarga miskin tidak terus menambah anak di tengah keterbatasan ekonomi.
Program ini, menurut Dedi, sudah mulai dijalankan di beberapa wilayah, seperti di Bandung, dengan kegiatan vasektomi digelar setiap hari Rabu. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini bukan hanya untuk mengurangi beban perempuan dalam program KB, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab pria terhadap keluarga mereka. Namun, kebijakan ini memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat terkait dampak sosial dan etikanya.
Baca Juga: 7 Provinsi dengan Kasus Perceraian Akibat Judi Tertinggi 2024, Jawa Timur Teratas
Progres Capaian Pelayanan Vasektomi Berdasarkan Provinsi
Berdasarkan data capaian pelayanan vasektomi di Indonesia, Jawa Barat mencatatkan progres sebesar 126,32%, menempatkannya sebagai salah satu provinsi dengan tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Provinsi Banten memimpin dengan capaian 185%, diikuti oleh Sumatra Selatan (133,33%) dan Kepulauan Riau (129,41%).
Kategori partisipasi vaksenomi sendiri dibagi empat:
1. Sangat Tinggi (>100%), total capaian memenuhi lebih dari target yang harus dicapai.
2. Tinggi (85%-100%), total capaian hampir memenuhi target yang harus dicapai.
3. Sedang (40%-84,99%), total capaian kurang memenuhi target yang harus dicapai.
4. Sangat Rendah (<40%), total capaian sangat kurang memenuhi dari target yang harus dicapai.
Sebaliknya, beberapa provinsi seperti Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya belum mencatatkan progres sama sekali (0%). Provinsi lain seperti Aceh (33,33%), Lampung (20,83%), dan Sulawesi Selatan (11,84%) menunjukkan partisipasi yang masih rendah.
Data ini mencerminkan variasi tingkat penerimaan dan pelaksanaan program vasektomi di berbagai wilayah, dengan Jawa Barat berada di posisi yang relatif progresif dalam mendorong KB pria.
“Kemarin di Bandung sudah, nanti tiap Rabu ada kegiatan vasektomi dan yang divasektomi dikasih insentif Rp500 ribu oleh gubernur,” ucap Dedi Mulyadi selesai rapat koordinasi di ruang Gedung Balai Kota Depok, Selasa (29/4/2025).
Alasan Kebijakan Vasektomi sebagai Syarat Bansos
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kebijakan ini lahir dari pengamatannya terhadap pola kemiskinan di Jawa Barat, di mana keluarga dengan jumlah anak banyak cenderung hidup dalam kondisi ekonomi sulit. Ia menilai bahwa tanpa pengendalian kelahiran, program bansos hanya akan menjadi solusi jangka pendek tanpa menyelesaikan akar masalah kemiskinan. Dengan vasektomi, diharapkan angka kelahiran dapat ditekan, sehingga beban ekonomi keluarga dan pemerintah daerah berkurang.
Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk menggeser tanggung jawab KB dari perempuan ke pria, yang selama ini jarang terlibat dalam program kontrasepsi. Dedi menekankan pentingnya tanggung jawab pria dalam keluarga, terutama dalam hal perencanaan keuangan untuk kehamilan dan pendidikan anak.
“Nah, kalau orang tidak punya kemampuan untuk membiayai kelahiran, membiayai kehamilan, membiayai pendidikan, ya jangan dulu ingin menjadi orang tua dong,” ujarnya.
Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Barat
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat mengalami fluktuasi dalam lima tahun terakhir. Pada 2020, jumlahnya mencapai 3,92 juta jiwa, meningkat menjadi 4,2 juta pada 2021. Namun, angka ini mulai menurun menjadi 4,07 juta pada 2022, 3,89 juta pada 2023, dan 3,85 juta pada 2024.
Penurunan ini menunjukkan adanya kemajuan dalam penanganan kemiskinan, tetapi Dedi menilai bahwa pengendalian kelahiran melalui vasektomi dapat mempercepat penurunan angka kemiskinan tersebut. Menurutnya, keluarga miskin dengan banyak anak sering kali kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, sehingga kebijakan ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Jawa Timur Punya Perpustakaan Terakreditasi Paling Banyak di Indonesia
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor