Koalisi Indonesia Maju (KIM) merupakan sekumpulan partai-partai yang mendukung pencalonan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu. Setelah pasangan tersebut resmi ditetapkan sebagai pemenang, terdapat beberapa partai di luar KIM yang turut bergabung. Istilah KIM Plus kemudian muncul untuk menyebut koalisi gemuk partai-partai pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran tersebut.
Beberapa partai anggota KIM sebelum adanya KIM plus adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Gelora, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Garuda.
Sementara itu, partai-partai yang turut bergabung mendukung pemerintahan hingga membentuk KIM Plus antara lain Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), serta Partai NasDem. Baru-baru ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga dikabarkan akan turut mendukung kabinet Prabowo-Gibran tersebut.
Mengutip Kumparan, Puan Maharani Ketua DPP PDI-P tidak menyangkal kabar bahwa PDI-P akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Terdapat tiga kader PDI-P yang diisukan akan mengisi kursi menteri, yakni Olly Dondokambey sebagai Menteri Ketenagakerjaan, Azwar Anas sebagai Menteri Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Budi Gunawan sebagai Kementerian Perekonomian, Politik, Hukum, dan Keamanan.
“Kita tunggu itu (restu Megawati), Insyaallah,” ungkap Puan secara singkat seperti yang dikutip dari Kumparan.
Kemunculan KIM Plus ini tentu menuai kontroversi dan diskursus yang serius lantaran hal ini disebut-sebut sebagai kemerosotan demokrasi akibat tidak adanya oposisi yang duduk di luar pemerintahan.
Lantas, bagaimana pandangan masyarakat mengenai terbentuknya KIM Plus ini? Apakah publik mengetahui kontroversi tersebut? Lalu, apakah mereka setuju akan fenomena bergabungnya banyak partai hingga membentuk koalisi gemuk di kabinet?
Mayoritas Publik Tidak Tahu Soal KIM Plus
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia telah melakukan survei mengenai pengetahuan publik terhadap KIM Plus. Survei dilakukan pada 22-29 September 2024 yang menyasar masyarakat berumur 17 tahun ke atas atau sudah menikah.
Survei ini melibatkan 3.540 responden yang tersebar di 11 provinsi Indonesia. Adapun tingkat kepercayaan survei adalah 95% dengan margin of error (MoE) kurang lebih 2,3%.
Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa mayoritas responden belum pernah mendengar KIM Plus dan tidak mengetahui pembentukan koalisi gemuk tersebut. Persentase responden yang tidak mengetahui cukup tinggi, yakni mencapai 66,4%. Sementara itu, hanya 33,7% masyarakat yang mengetahui apa itu KIM Plus.
Masih dikutip dari hasil survei yang sama, pengetahuan publik mengenai KIM Plus paling banyak ditemui pada kelompok laki-laki, usia 22 hingga 40 tahun, memiliki etnis Batak, Sunda, Minang, Bugis, dan Betawi, mempunyai pendapatan dan pendidikan menengah atas, merupakan warga perkotaan, serta mayoritas tinggal di daerah Sumatra Barat, Sumatra Utara, Lampung, Riau, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi, dan Maluku serta Papua.
Baca Juga: Operasi Perbaikan Citra Jokowi Jelang Lengser
Mayoritas Publik yang Tahu KIM Plus Setuju dengan Pembentukannya
Dari total 33,7% responden yang mengetahui KIM Plus, sebagian besar dari mereka setuju dengan pembentukan koalisi tersebut. Terdapat 9,2% responden yang tahu akan KIM Plus yang menjawab sangat setuju atas pembentukan koalisi tersebut. Selanjutnya, ada 64,1% yang merasa setuju.
Sementara itu, persentase responden yang kurang setuju adalah 19,8% serta 5,1% lainnya tidak setuju sama sekali dengan pembentukan KIM Plus. Sebanyak 1,8% sisanya memilih tidak menjawab dan/atau tidak tahu.
Mayoritas Masyarakat Ingin Adanya Oposisi di Luar Pemerintah
Dalam survei yang sama, diketahui pula bahwa sebagian besar masyarakat tetap menginginkan adanya oposisi di luar pemerintah Prabowo-Gibran. Persentase dari masyarakat yang menginginkan hal tersebut mencapai 55,8%.
Di sisi lain, terdapat 29,4% masyarakat yang menginginkan partai-partai untuk bergabung di kabinet Prabowo-Gibran. Adapun sebanyak 14,8% lainnya tidak tahu dan/atau tidak menjawab.
Keberadaan oposisi memang merupakan suatu hal yang krusial. Tanpa adanya oposisi, demokrasi tidak akan berjalan dengan baik. Oposisi memiliki fungsi yang vital dalam mengawasi kekuasaan pemerintah agar tidak disalahgunakan serta agar suara rakyat dapat senantiasa didengarkan.
Baca Juga: Melihat Opini Publik Terkait Isu Masuknya PDIP ke Koalisi Prabowo
Penulis: Elvira Chandra Dewi Ari Nanda
Editor: Editor