Bulan September bagi banyak orang mungkin dikaitkan dengan keceriaan dan harapan, seperti yang terwakili dalam lagu oleh musisi dunia dan negara: Green Day-Wake Me Up when September Ends, Adhitia Sofyan-September, Earth, Wind, & Fire-September, dan masih banyak lagi.
Namun, di balik itu, September juga memiliki sejarah kelam yang tercatat dalam berbagai peristiwa tragis dan pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM) yang tak bisa dilupakan. Bulan ini menyimpan jejak derita yang menorehkan luka mendalam bagi bangsa, menyulut ingatan akan tragedi yang dikenal sebagai "September Hitam".
Setiap peristiwa yang terjadi meninggalkan luka mendalam yang tak jarang menimbulkan trauma bagi korban dan keluarganya. Untuk memahami lebih dalam mengenai apa yang terjadi pada bulan ini, berikut sejumlah tragedi yang pernah terjadi di bulan September—rentetan kejadian yang menunjukkan betapa rapuhnya perlindungan HAM di tanah air.
Peristiwa dan Tragedi pada Bulan September
Sepanjang sejarah Indonesia, September telah menjadi saksi dari berbagai peristiwa kelam yang mencerminkan pelanggaran berat terhadap HAM. Berikut adalah beberapa tragedi yang terjadi pada bulan September, meninggalkan jejak luka yang masih membekas hingga kini.
1. Peristiwa Mandor (1943-1945)
Peristiwa Mandor terjadi di Kalimantan Barat selama masa pendudukan Jepang. Diperkirakan sekitar 21.000 orang tewas akibat pembantaian yang dilakukan oleh militer Jepang, khususnya unit polisi rahasia Tokkeitai.
Peristiwa ini dipicu oleh dugaan rencana pemberontakan rakyat Kalimantan Barat terhadap Jepang, yang memicu penangkapan massal dan pembunuhan terhadap tokoh masyarakat, pelajar, serta kaum terdidik.
Para korban kemudian dimakamkan dalam kuburan massal di Mandor. Peristiwa ini merupakan salah satu contoh nyata kejahatan perang dan pelanggaran HAM berat di Indonesia.
2. Peristiwa G30S/PKI (30 September 1965)
Peristiwa G30S/PKI menandai dimulainya penangkapan massal dan pembunuhan terhadap individu yang dituduh terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ribuan, bahkan hingga jutaan orang, ditangkap, dibunuh, atau dihilangkan secara paksa.
Gelombang kekerasan ini terjadi di bawah rezim Orde Baru. Tragedi ini tidak hanya mencederai HAM, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi mereka yang kehilangan anggota keluarga dalam peristiwa ini.
3. Tragedi Tanjung Priok (12 September 1984)
Kerusuhan ini berawal dari ketegangan antara kelompok masyarakat yang menolak penerapan Pancasila sebagai asas tunggal dengan pihak militer. Tragedi berujung pada penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan terhadap massa aksi, mengakibatkan puluhan orang tewas dan luka-luka.
Meski pengadilan HAM sempat digelar, keputusan yang membebaskan terdakwa dari kewajiban ganti rugi menambah kekecewaan publik.
4. Tragedi Semanggi II (24 September 1999)
Tragedi Semanggi II terjadi dalam rangkaian demonstrasi menentang RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan dwifungsi ABRI/TNI. Kekerasan yang terjadi selama demonstrasi di Jakarta mengakibatkan 11 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Hingga saat ini, kasus ini belum menemui penyelesaian yang memuaskan.
5. Pembunuhan Munir Said Thalib (7 September 2004)
Munir, seorang aktivis HAM terkemuka, tewas diracun di atas penerbangan Garuda Indonesia saat menuju Belanda. Kasus ini belum sepenuhnya terpecahkan, meski Pollycarpus Budihari Priyanto dinyatakan bersalah. Publik terus mempertanyakan mengapa aktor intelektual di balik pembunuhan ini belum diadili.
6. Pembunuhan Salim Kancil (26 September 2015)
Salim Kancil, seorang petani dan aktivis lingkungan, dibunuh dengan keji karena menentang tambang pasir ilegal di desanya. Peristiwa ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap pejuang lingkungan dan kurangnya perhatian terhadap keadilan di wilayah pedesaan.
7. Aksi Reformasi Dikorupsi (24-30 September 2019)
Demonstrasi besar yang digelar mahasiswa dan masyarakat sipil untuk menolak revisi UU KPK dan beberapa RUU lainnya pada 2019 lalu berakhir dengan kekerasan. Puluhan orang terluka, beberapa di antaranya bahkan tewas dalam bentrokan dengan aparat.
Baca Juga: Telan Ratusan Hingga Ribuan Korban Jiwa, Ini 6 Tragedi Industri Paling Mengerikan di Dunia!
Genosida yang Pernah Terjadi di Indonesia
Di luar tragedi yang terjadi di bulan September, Indonesia juga memiliki sejarah panjang terkait genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Tindakan yang bertujuan memusnahkan kelompok tertentu telah menorehkan luka dalam bagi bangsa.
Berikut kasus-kasus genosida yang pernah terjadi di Indonesia, salah satu bentuk kejahatan paling berat terhadap kemanusiaan.
1. Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan (Desember 1946-Februari 1947)
Raymond Westerling, seorang kapten tentara Belanda, memimpin operasi militer yang mengakibatkan tewasnya sekitar 40.000 orang di Sulawesi Selatan. Aksi ini dilakukan sebagai bagian dari upaya Belanda untuk menekan perlawanan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu kejahatan genosida terburuk di Indonesia.
2. Geger Pecinan/Tragedi Angke (1740)
Tragedi ini terjadi di Batavia, saat ribuan etnis Tionghoa dibantai oleh pasukan VOC. Kekerasan ini dipicu oleh kebijakan keras Gubernur Jenderal Adrian Valckenier yang menargetkan populasi etnis Tionghoa. Lebih dari 10.000 orang terbunuh dan mengalami luka-luka, sementara ratusan rumah dibakar dan dijarah.
3. Pembangunan Jalan Raya Pos (1808-1811)
Di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada masa kolonial Belanda, ribuan penduduk pribumi dipaksa bekerja dalam proyek ambisius pembangunan Jalan Raya Pos (Groote Postweg) yang membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Proyek ini memakan korban jiwa yang tidak sedikit akibat kondisi kerja yang buruk, kelelahan, dan kelaparan. Sekitar 12.000 orang menjadi korban dari proses pembangunan yang berlangsung antara tahun 1808 hingga 1811 ini.
4. Kerusuhan Mei (1998)
Dalam konteks krisis ekonomi Asia pada tahun 1998, Indonesia mengalami kerusuhan besar yang berujung pada jatuhnya Presiden Soeharto dari kekuasaan. Salah satu aspek paling mengerikan dari peristiwa ini adalah kekerasan yang menargetkan etnis Tionghoa di beberapa kota besar.
Selain penjarahan dan pembakaran toko-toko milik warga Tionghoa, kerusuhan ini menyebabkan sekitar 5.000 orang tewas, termasuk warga sipil yang terjebak dalam kekacauan politik dan ekonomi yang melanda Indonesia. Kerusuhan ini menjadi simbol runtuhnya rezim Orde Baru dan permulaan reformasi di Indonesia.
5. Kerusuhan Sambas (1999)
Setelah jatuhnya Soeharto, Indonesia tidak sepenuhnya bebas dari konflik berdarah. Di Kalimantan Barat, terjadi konflik etnis antara suku Dayak, Melayu, dan Madura.
Kerusuhan Sambas yang berlangsung pada tahun 1999 menyebabkan setidaknya 3.000 orang tewas. Konflik ini dipicu oleh ketegangan sosial dan ekonomi di daerah tersebut, dan memaksa ribuan warga Madura untuk mengungsi dari tanah asal mereka.
Sejarah hitam ini menjadi pengingat bagi bangsa Indonesia akan pentingnya penghormatan terhadap HAM dan tanggung jawab negara dalam melindungi setiap warganya. September menjadi bulan refleksi untuk terus mengupayakan keadilan bagi para korban dan memastikan tragedi semacam ini tidak terulang kembali.
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor