Sektor Fintech dan Perbankan Mendominasi Aduan yang Dikantongi OJK Hingga April 2024

Banyaknya pengaduan dari berbagai sektor ini menandakan perlunya peningkatan kualitas layanan dan transparansi dari penyedia jasa keuangan.

Sektor Fintech dan Perbankan Mendominasi Aduan yang Dikantongi OJK Hingga April 2024 Ilustrasi Kantor Otoritas Jasa Keuangan | Foto: Antara

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka menerima banyak aduan dari masyarakat terkait berbagai layanan keuangan. Dalam beberapa bulan terakhir, OJK mencatat ribuan aduan yang mencakup berbagai sektor, mulai dari perbankan, asuransi, hingga layanan keuangan berbasis teknologi seperti fintech.

Banyaknya aduan ini mengindikasikan adanya masalah yang signifikan dalam penyelenggaraan layanan keuangan di Indonesia, serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka sebagai konsumen jasa keuangan.

OJK sebagai lembaga yang bertugas mengawasi dan mengatur sektor jasa keuangan, memiliki peran penting dalam penanganan aduan-aduan ini. Dalam menjalankan fungsinya, OJK tidak hanya berperan sebagai regulator tetapi juga sebagai mediator antara konsumen dan penyedia jasa keuangan. 

Saat menerima aduan, OJK akan melakukan verifikasi dan investigasi awal untuk memastikan validitas aduan tersebut. Setelah itu, OJK berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah yang dilaporkan dan memastikan bahwa hak-hak konsumen terlindungi.

Aduan yang diterima OJK berasal dari berbagai sektor, yang mencerminkan beragamnya permasalahan yang dihadapi oleh konsumen.

Jumlah Aduan yang Diterima OJK Berdasarkan Sektor yang Diadukan Selama Januari Hingga April 2024 | GoodStats

Sektor fintech menjadi yang paling banyak diadukan dengan 3.347 aduan. Keluhan utama di sektor ini sering kali berkaitan dengan praktik penagihan yang agresif, suku bunga tinggi yang tidak transparan, serta masalah perlindungan data pribadi. 

Banyak konsumen yang merasa tertekan dengan cara-cara penagihan yang tidak etis dan adanya kebocoran data yang merugikan mereka.

Sementara itu, sektor perbankan juga menunjukkan jumlah pengaduan yang signifikan, mencapai 3.262 aduan. Masalah yang sering dihadapi konsumen di sektor ini meliputi keluhan tentang layanan kredit, ketidakpuasan terhadap pelayanan nasabah, serta biaya dan bunga pinjaman yang dianggap tidak jelas.

Nasabah seringkali merasa tidak mendapat informasi yang cukup tentang produk dan layanan yang mereka gunakan, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan aduan.

Di sektor perusahaan pembiayaan, tercatat 1.952 pengaduan. Aduan di sektor ini umumnya berfokus pada proses penagihan yang tidak manusiawi dan kurangnya fleksibilitas dalam penjadwalan ulang pembayaran.

Konsumen sering kali merasa terbebani dengan cara-cara penagihan yang kasar dan tidak memahami kebijakan perusahaan terkait keterlambatan pembayaran.

Sektor asuransi juga tidak lepas dari masalah, dengan 423 pengaduan yang diterima oleh OJK. Keluhan di sektor ini biasanya terkait dengan proses klaim yang berbelit-belit, informasi polis yang kurang jelas, serta ketidakpuasan terhadap pelayanan asuransi. 

Banyak konsumen merasa kesulitan dalam mengajukan klaim dan mendapatkan hak mereka sesuai dengan perjanjian polis.

Selain itu, terdapat 117 pengaduan yang berasal dari sektor lain-lain. Aduan-aduan ini mencakup berbagai jenis layanan keuangan yang tidak masuk dalam kategori utama seperti perbankan, fintech, perusahaan pembiayaan, atau asuransi.

Pengaduan ini menunjukkan adanya masalah yang beragam di luar sektor-sektor utama tersebut, yang juga memerlukan perhatian dan penyelesaian dari OJK. Selain itu, hal ini juga menandakan perlunya peningkatan kualitas layanan dan transparansi dari penyedia jasa keuangan.

OJK terus berupaya untuk menangani setiap pengaduan yang masuk dengan serius, guna melindungi hak-hak konsumen dan menjaga integritas sektor keuangan di Indonesia.

Selain menangani pengaduan yang diterima, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) untuk menindak tegas entitas keuangan ilegal. Sejak awal tahun hingga April 2024, mereka telah berhasil menghentikan operasi dari 915 entitas keuangan ilegal.

“Adapun jumlah itu, di antaranya terdiri dari 19 entitas investasi ilegal 896 entitas pinjaman online ilegal,” ungkap Friderica, dalam konferensi pers secara daring, Senin (13/5/2024). 

Langkah ini merupakan bagian dari upaya intensif untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas sektor keuangan dari praktik-praktik yang merugikan masyarakat.

Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Investasi Digital Banyak Dilakukan untuk Dana Darurat dan Pendapatan Tambahan

Faktor-faktor seperti kenyamanan, transparansi, dan potensi hasil yang menggiurkan telah mendorong masyarakat untuk lebih mendalami dunia investasi digital.

Simak Anggaran PON dari Tahun ke Tahun

Anggaran penyelenggaraan PON 5 edisi terakhir, PON XX Papua jadi yang tertinggi, sedangkan anggaran PON XXI Aceh-Sumut mencapai Rp3,7 triliun.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook