Living Planet Report 2024 oleh World Wildlife Fund menunjukkan adanya penurunan populasi satwa liar dunia hingga 73%, dalam kurun waktu 1970 hingga 2020. Penurunan populasi ini berdampak pada keseimbangan ekosistem yang mempengaruhi keberadaan udara bersih, air, dan ketersediaan pangan.
Berdasarkan Living Planet Index, penurunan pada ekosistem air tawar mencapai yang paling tinggi, yaitu 85%. Kemudian, disusul oleh ekosistem darat sebanyak 69% dan ekosistem laut sebesar 56%.
“Kita memiliki kesepakatan dan solusi global untuk mengatur alam menuju pemulihan tahun 2030. Tetapi, sejauh ini, hanya ada sedikit kemajuan dalam pelaksanaannya dan kurangnya urgensi,” jelas Direktur Jenderal WWF-Internasional, Dr. Kirsten Schuijt, (10/10), dilansir dari Mongabay.
Selain karena perubahan iklim, penurunan populasi satwa liar di Indonesia juga disebabkan oleh perburuan dan perdagangan ilegal.
Menurut Peneliti Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara, Sulih Primara, beberapa jenis satwa yang masih menjadi objek perburuan dan perdagangan ilegal adalah burung paruh bengkok, trenggiling, bekantan, monyet ekor panjang, serta masih banyak lagi.
Melansir Laporan Kinerja Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE), ekspor tumbuhan dan satwa liar justru lebih banyak dari habitat alami, bukan dari penangkaran.
Dalam laporan International Socioeconomic Inequality Drives Trade Patterns in the Global Wildlife Market, pada 2008-2018, Indonesia dinobatkan menjadi negara eksportir satwa liar nomor satu di dunia.
Sementara itu, ada 91 jenis satwa liar Indonesia yang masuk dalam Appendix I of the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES), atau dilarang diperdagangkan secara internasional. Dilansir dari Betahita, satwa-satwa tersebut di antaranya rusa Bawean, babirusa bolabatu, paus sirip, anoa, kakatua, badak dan gajah Sumatera, serta owa.
Indonesia juga memiliki sejumlah satwa berstatus kritis. Akan tetapi, meskipun perlu diprioritaskan karena keberadaannya yang terancam, beberapa di antaranya tidak termasuk hewan dilindungi.
Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List, kedidi paruh sendok, hiu koboi, kanguru pohon wondiwoi, kanguru pohon, surili Kalimantan, lutung belang Sumatera, lutung simakobu, hiu martil bergerigi, hiu martil besar, kuskus mata biru biak, dan tikus besar biak masuk status dilindungi.
Meskipun begitu, menurut pantauan Betahita, satwa-satwa tersebut tidak tergolong hewan terlindungi di Indonesia. Beberapa satwa lain dengan kategori genting juga diketahui belum terlindungi.
Habitat Satwa Liar di Indonesia
Sejak 2017 hingga 2022, terjadi penurunan luas kawasan konservasi di Indonesia. Meskipun angkanya tidak terlalu signifikan, penurunan ini perlu menjadi perhatian. Pada 2017, kawasan konservasi mencapai 27,14 juta Ha. Kemudian, pada 2022 luasnya menjadi 26,89 juta Ha.
Kawasan konservasi paling luas dijumpai di Maluku dan Papua, yaitu mencapai 10,7 juta Ha. Kemudian, disusul oleh Kalimantan dan Sulawesi, masing-masing mencapai 5 juta Ha.
Berdasarkan fungsinya kawasan konservasi berupa taman nasional mencapai jumlah paling banyak, yaitu 54 unit.
Baca Juga: 8 Jenis Satwa di Sekitar IKN Ini dalam Kondisi Mengkhawatirkan
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor