Selama beberapa dekade terakhir, Indonesia berhasil memulangkan banyak artefak bersejarah yang pernah dibawa ke luar negeri, khususnya Belanda. Proses pemulangan ini menjadi langkah penting dalam mengembalikan identitas budaya dan sejarah bangsa yang sempat hilang. Berdasarkan data yang tersedia, pengembalian artefak dari Belanda berlangsung sejak tahun 1970 hingga 2024.
Jumlah Artefak yang Dipulangkan
Proses repatriasi ini dimulai dengan kembalinya naskah Negarakertagama pada tahun 1970 secara simbolis oleh Ratu Juliana kepada Presiden Soeharto. Setelah itu, pada tahun 1977, Belanda mengembalikan 243 benda pusaka dari invasi militer di Puri Cakranegara, Lombok, termasuk di antaranya adalah patung-patung dan benda lainnya yang dianggap memiliki nilai sejarah yang tinggi.
Pada tahun 2015, tongkat Kiai Cokro milik Pangeran Diponegoro dikembalikan ke Indonesia, dan diikuti oleh pengembalian keris Diponegoro pada tahun 2020.
Namun, titik balik terbesar dalam proses pengembalian artefak ini terjadi pada tahun 2019, saat Belanda mengembalikan 1.500 benda budaya dari Museum Nusantara di Delft yang ditutup akibat keterbatasan dana. Ini menjadi jumlah artefak terbanyak yang dipulangkan dalam satu tahun.
Pada tahun 2023, Belanda kembali memulangkan 472 artefak bersejarah, di antaranya adalah keris Puputan Klungkung, 4 arca dari Kerajaan Singasari (arca Durga, Mahakala, Nandishvara, dan Ganesha), 132 benda seni koleksi Pita Maha Bali, dan 335 harta karun dari Puri Cakranegara di Lombok.
Terakhir, pada tahun 2024, Belanda mengembalikan 288 artefak ke Indonesia. Artefak tersebut akan dipamerkan di Museum Nasional mulai 15 Oktober 2024 dan menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk melihat langsung kekayaan sejarah Indonesia.
Nilai Artefak yang Diketahui
Tidak hanya Belanda, Amerika Serikat (AS) juga turut mengembalikan artefak yang diselundupkan atau diambil secara ilegal. Pada 2021, tiga artefak kuno era Kerajaan Hindu yaitu arca Shiva, arca Parwati, dan arca Ganesha dikembalikan oleh AS.
Pengembalian artefak-artefak ini bukan hanya penting dari sisi sejarah dan identitas budaya, namun juga memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Nilai dari ketiga artefak yang dikembalikan Amerika Serikat dapat dilihat sebagai berikut.
Penyelundupan artefak ini diungkap oleh Antiquities Trafficking Unit dari Kantor Jaksa New York bersama dengan Homeland Security AS, dan merupakan bagian dari barang-barang yang diselundupkan oleh Subhash Kapoor, seorang pedagang seni ilegal yang beroperasi di Asia Tenggara.
Melanjutkan itu, pada April 2024, Amerika Serikat mengumumkan pengembalian 30 artefak ke Indonesia dan Kamboja, dengan nilai total mencapai US$3 juta atau setara dengan Rp48,7 miliar.
Di antara 30 artefak tersebut, tiga artefak dikembalikan ke Indonesia, termasuk batu relief yang menggambarkan dua patung kerajaan dari zaman Majapahit, abad ke-13 hingga ke-16.
Baca Juga: 3 Artefak Dicuri AS, Keamanan Indonesia Terhadap Benda Bersejarah Dipertanyakan
Upaya Berkelanjutan dan Pentingnya Pengembalian Artefak
Pengembalian artefak-artefak ini merupakan hasil kerja sama bilateral antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara lain yang menyimpan benda-benda bersejarah Indonesia. Proses ini memerlukan pembuktian asal-usul artefak, penelitian sejarah, dan dialog intensif antara pihak yang terlibat.
Sejak 2017, Indonesia telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Belanda yang memungkinkan repatriasi benda-benda budaya melalui studi provenans untuk memastikan asal-usul setiap benda.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid, menyatakan bahwa pemulangan artefak bukan sekadar pengembalian benda-benda sejarah, tetapi juga sebagai upaya untuk memahami dan menyebarkan pengetahuan tentang kekayaan sejarah dan budaya Indonesia. Proses pemulangan ini menjadi simbol dari pemulihan identitas nasional dan memperkuat hubungan diplomatik dengan negara-negara yang sebelumnya menjajah Indonesia.
Pemulangan artefak adalah bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap nilai sejarah dan budaya Indonesia yang pernah hilang. Meski prosesnya panjang dan penuh tantangan, pengembalian benda-benda ini menunjukkan kemajuan dalam pelestarian warisan budaya dan sejarah. Upaya berkelanjutan dalam memastikan artefak-artefak ini kembali ke tanah air menjadi cerminan kebanggaan identitas bangsa yang tak ternilai.
Kehadiran artefak-artefak yang telah dipulangkan di museum-museum nasional tidak hanya menjadi saksi bisu sejarah, tetapi juga memberikan peluang pembelajaran bagi generasi muda untuk memahami, menghargai, dan melestarikan kekayaan warisan budaya Indonesia.
Baca Juga: 13 Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang Diakui UNESCO
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor