Toleransi merupakan elemen kunci dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, di mana keberagaman suku, agama, dan budaya menjadi bagian integral dari identitas bangsa.
Prinsip toleransi ini menjadi dasar untuk membangun ekosistem kebersamaan yang harmonis di tengah kemajemukan, menjadikan toleransi sebagai pilar penting yang menyatukan setiap elemen masyarakat dalam suatu komunitas maupun wilayah administratif.
Peningkatan Indeks Kerukunan Umat Beragama
Dengan lebih dari 1.300 kelompok etnis, Indonesia menunjukkan keberhasilan mempertahankan prinsip toleransi di tengah keberagaman yang kaya, menciptakan landasan hidup berdampingan yang kokoh.
Pemerintah Indonesia, melalui Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, secara konsisten memantau kualitas hubungan antarumat beragama secara nasional melalui survei Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) dengan penilaian 1-100 yang diukur paada tiga indikator; toleransi, kesetaraaan, dan kerjasama.
Hasil survei menunjukkan tren positif yang menggembirakan Indeks KUB mencatat angka 73,09 pada tahun 2022, meningkat menjadi 76,02 pada 2023, dan mencapai 76,47 pada 2024.
Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki, mengungkapkan, “Tren ini menggambarkan bahwa sikap toleransi antarumat beragama di Indonesia cenderung membaik,” saat peluncuran Aplikasi Pemantauan Implementasi Moderasi Beragama (API-MB) di Jakarta, Kamis (3/10/2024), melansir Kemenag.
Singkawang dan Bekasi Jadi yang Tertoleran
Komitmen terhadap toleransi yang tercermin dalam Indeks KUB juga dapat dilihat pada berbagai wilayah di Indonesia yang memiliki kinerja tinggi dalam menjaga nilai-nilai kebersamaan. Berdasarkan laporan Indeks Kota Toleransi (IKT) 2023 yang dirilis oleh Setara Institute, sepuluh kota di Indonesia memperoleh skor toleransi tertinggi melalui rata-rata kombinasi pembobotan pada delapan indikator, yang diukur pada skala 1 hingga 7.
Kota Singkawang memimpin dengan skor 6,50, diikuti oleh Bekasi (6,46) dan Salatiga (6,45), yang memperlihatkan konsistensi dalam upaya mereka memajukan nilai-nilai toleransi.
Kota-kota seperti Manado, Semarang, dan Magelang juga memperkuat komitmen mereka dengan skor di atas 6,00. Diikuti oleh Sukabumi, Kupang, dan Surakarta,
Kesepuluh kota ini membuktikan bahwa nilai-nilai toleransi yang diterapkan dalam kebijakan publik, dialog antaragama, dan tata kelola pemerintahan yang inklusif berperan besar dalam menjaga keharmonisan. Keberhasilan kota-kota ini dalam menjaga kerukunan membuktikan bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat mampu membangun lingkungan yang harmonis dan inklusif.
Menilik Kembali Makna Toleransi di Tanah Air
Tingginya komitmen terhadap toleransi yang ditunjukkan di beberapa kota ini tentu tidak terlepas dari landasan filosofis bangsa, yang tertuang dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.
Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki, menegaskan bahwa keberhasilan Indonesia dalam merajut kerukunan antarumat beragama adalah buah dari kuatnya landasan semboyan negara.
“Ini jadi cerminan bahwa merajut keberagaman dalam perbedaan bukanlah sesuatu yang mustahil, melainkan sebuah kebanggaan yang menjadi khazanah budaya dan bukti nyata kehadiran Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya dalam acara ritual budaya gotong toapekong di Kota Tangerang (21/9/24), seperti dilansir Antara.
Selain Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila sebagai ideologi negara berperan sentral dalam membangun kerukunan dan mengukuhkan semangat toleransi antarumat beragama.
Pancasila lahir sebagai respons terhadap keberagaman budaya dan keyakinan di Indonesia, mencerminkan cita-cita bangsa untuk merangkul perbedaan dalam satu kesatuan. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menggambarkan makna toleransi yang dalam, mendorong masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai keyakinan satu sama lain, sebagaimana dipublikasikan oleh JICN.
Baca Juga: Indeks Pembangunan Kebudayaan Indonesia Kembali Meningkat, Bali Raih Skor Tertinggi
Penulis: Muhammad Alifa Fikri Irhamni
Editor: Editor