Kelangkaan gas liquid petroleum gas (LPG)/elpiji 3 kilogram atau yang dikenal dengan gas "melon" semakin dirasakan di berbagai wilayah di Indonesia. Masyarakat pun mulai beralih menggunakan gas berukuran 5 kg dan 12 kg sebagai alternatif, meskipun harganya lebih mahal.
Fenomena ini terjadi akibat kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah untuk menata distribusi gas subsidi, termasuk larangan penjualan gas 3 kg di pengecer. Lantas, mengapa gas "melon" menjadi langka?
Baca Juga: 88% Masyarakat Indonesia Gunakan Gas untuk Memasak
Kenapa Langka?
Kelangkaan gas "melon" disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kebijakan pemerintah yang melarang penjualan LPG 3 kg secara eceran sejak 1 Februari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk menata distribusi agar lebih tepat sasaran, menghindari permainan harga oleh pengecer yang tidak terdaftar sebagai pangkalan resmi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa kelangkaan bukan disebabkan oleh stok yang habis, namun karena adanya permainan harga di luar pangkalan resmi.
Baca Juga: Kuota Harian Gas LPG di Agen, Pangkalan, dan Pengecer
Kuota dan Subsidi Gas LPG Tiap Tahun
Setiap tahun, pemerintah memberikan subsidi untuk gas LPG 3 kg, yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk tahun 2025, kuota gas LPG 3 kg ditetapkan sebanyak 8,17 juta metrik ton (MT), turun 130 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya 2024, 8,3 juta MT.
Subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp12 ribu per kilogram, atau Rp36 ribu per tabung 3 kg. Namun, dengan kebijakan baru yang membatasi penjualan di pengecer, distribusi gas subsidi ini semakin terkendali dan terbatas.
Pada tahun 2018, kuota gas LPG ditetapkan sebesar 6,45 juta metrik ton, sementara realisasinya mencapai 6,53 juta metrik ton, sedikit melebihi kuota yang ditetapkan. Pada tahun 2019, kuota naik menjadi 6,98 juta metrik ton, namun realisasinya sedikit lebih rendah, yakni 6,84 juta metrik ton.
Di tahun 2020, kuota gas LPG tetap berada di angka 7 juta metrik ton, dengan realisasi sedikit lebih tinggi, mencapai 7,14 juta metrik ton. Pada tahun 2021, kuota meningkat menjadi 7,50 juta metrik ton, dan realisasinya malah lebih rendah, yakni 7,46 juta metrik ton.
Pada tahun 2022, kuota gas LPG naik lagi menjadi 8 juta metrik ton, tetapi realisasinya hanya mencapai 7,80 juta metrik ton. Pada tahun 2023, meskipun kuota tetap 8 juta metrik ton, realisasi gas LPG tercatat melebihi kuota dengan angka 8,22 juta metrik ton.
Untuk tahun 2024, kuota ditetapkan sebesar 8,3 juta metrik ton, dengan realisasi yang sedikit lebih rendah, yakni 8,2 juta metrik ton. Pada tahun 2025, kuota gas LPG kembali sedikit menurun menjadi 8,17 juta metrik ton.
Harga LPG di Pasaran
Harga LPG di pasaran, baik subsidi maupun non-subsidi, sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan distribusi yang berlaku di masing-masing daerah. Meskipun harga gas subsidi di pangkalan resmi tetap sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah, namun harga LPG 5 kg dan 12 kg yang non-subsidi cenderung lebih mahal.
Harga Gas "Melon"
Harga LPG 3 kg yang berstatus subsidi, masih terjaga di harga Rp22.000 per tabung di pangkalan resmi. Meskipun demikian, harga ini bisa berbeda di luar pangkalan resmi atau di pengecer yang menjual lebih mahal karena adanya biaya distribusi tambahan. Pemerintah menghimbau masyarakat untuk membeli di pangkalan resmi agar harga tetap sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah daerah.
Harga Gas 5,5 dan 12 kg
Untuk LPG non-subsidi, harga tabung 5,5 kg di pasaran saat ini berkisar antara Rp90.000 hingga Rp117.000, tergantung lokasi dan biaya distribusi. Sedangkan tabung 12 kg dijual dengan harga yang lebih tinggi, yaitu antara Rp192.000 hingga Rp249.000. Berikut adalah rincian harga LPG non-subsidi di beberapa wilayah per 3 Februari 2025:
Di berbagai wilayah Indonesia, harga LPG 5,5 kg dan 12 kg bervariasi, mencerminkan perbedaan biaya distribusi dan kondisi pasar lokal. Paling tinggi, di wilayah Maluku dan Papua, harga LPG 5,5 kg mencapai Rp117.000, dan LPG 12 kg dijual dengan harga yang lebih tinggi, yaitu Rp249.000, mencerminkan biaya distribusi yang lebih tinggi ke daerah-daerah tersebut.
Diikuti Kalimantan Utara, harga LPG sedikit lebih mahal, dengan LPG 5,5 kg dihargai Rp107.000 dan LPG 12 kg seharga Rp229.000.
Sementara itu, di Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara, harga LPG 5,5 kg sedikit lebih tinggi, yaitu Rp97.000, dan LPG 12 kg dijual seharga Rp202.000.
Di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah, harga LPG 5,5 kg dipatok sekitar Rp94.000, sementara untuk LPG 12 kg harganya mencapai Rp194.000.
Terakhir, untuk wilayah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, harga LPG 5,5 kg lebih terjangkau, yakni Rp90.000, sementara LPG 12 kg dijual dengan harga Rp192.000.
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor