Presiden Prabowo Subianto melantik menteri Kabinet Merah Putih pada Senin (21/10/2024) lalu. Masifnya jumlah menteri yang dilantik sempat menjadi sorotan masyarakat Indonesia. Sebanyak 48 menteri, 5 kepala badan, dan 55 wakil menteri dilantik pada hari itu, menjadikannya yang terbanyak sejak era Reformasi. Prabowo menambah menteri koordinator dari sebelumnya 4 menjadi 7 orang, dan menteri negara bertambah dari 30 menjadi 41 orang.
Kabinet gemuk milik Prabowo ini menimbulkan kekhawatiran akan membebani keuangan negara. Lembaga Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan potensi pembengkakan anggaran akibat banyaknya pejabat negara yang harus digaji di era kepemimpinan Prabowo. Potensi ini diukur dengan membandingkan jumlah kabinet Joko Widodo yang sebanyak 51 orang dengan Kabinet Merah Putih saat ini.
"Semakin banyaknya wakil menteri yang diangkat berarti akan meningkatkan belanja negara, termasuk gaji para staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut," tutur Peneliti Celios Galau D. Muhammad, pada Jumat (18/10/2024).
Menurut Celios, anggaran di era Prabowo mencapai Rp777 miliar per tahun, anggaran tersebut mencakup beban biaya gaji, tunjangan, serta operasional menteri dan wakil menteri. Di era Jokowi, proyeksi anggarannya hanya sebesar Rp387,6 miliar per tahun, nyaris separuh dari tanggungan di era Prabowo mendatang. Ada peningkatan anggaran sebesar Rp389,4 miliar per tahun.
Jika dikalikan dengan masa jabatan Prabowo, maka potensi pembengkakan anggaran mencapai Rp1,95 triliun. Jumlah tersebut bahkan masih berupa hasil perbandingan sederhana dan belum memperhitungkan detil biaya pembangunan fasilitas gedung baru untuk kementerian baru.
Lebih lanjut, peneliti Celios Achmad Hanif Imaduddin mengungkapkan bahwa potensi kerugian ini tidak hanya sebatas pada pemborosan secara ekonomi, melainkan juga memperluas jurang ketimpangan.
“Meskipun gaji menteri relatif kecil dibandingkan jabatan lain, posisi ini dapat membawa dampak ekonomi yang luas, seperti kenaikan nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh menteri yang dapat dilihat sebagai manfaat dari akses kekuasaan,” tuturnya dalam laman resmi Celios. Ia khawatir fenomena ini malah akan mendorong ketimpangan masyarakat, di mana pejabat malah mendapat keuntungan ganda dari posisinya.
Tidak hanya dari segi anggaran, banyaknya jumlah kementerian dalam kabinet Prabowo ini dikhawatirkan akan menghambat efisiensi dan pelaksanaan kebijakan. Pengamat kebijakan publik Yanuar Nugroho menyebutkan bahwa akan ada kementerian yang malah menangani bidang yang saling beririsan.
"Satu urusan yang mestinya bisa ditangani satu kementerian, kini akan butuh waktu dan sumber daya lebih banyak karena mesti ditangani banyak kementerian," ungkap Yanuar dalam keterangan tertulis, Senin (21/10/2024).
Yanuar melanjutkan, “obesitas” di badan pemerintahan ini akan memperlambat kinerja pemerintah ke depannya. Ia memprediksi akan butuh enam bulan hingga satu tahun agar pemerintahan baru ini bisa bekerja dengan efektif.
Kendati demikian, Prabowo berargumen bahwa negara besar seperti Indonesia memang membutuhkan banyak menteri agar pemerintahan bisa berjalan dengan lebih efektif. Kini, masyarakat hanya tinggal tunggu waktu melihat kinerja kabinet gemuk Prabowo ini.
Baca Juga: Wacana 44 Menteri di Kabinet Prabowo, Jumlah Kenyang Pasca Orde Baru
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor