Kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) semakin populer di dunia seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup.
Baterai merupakan salah satu komponen terpenting dari kendaraan listrik, dan produksi baterai EV saat ini didominasi oleh beberapa negara. Namun, Indonesia kini mulai bersiap untuk memasuki persaingan produksi baterai EV global.
Menurut data dari Databoks, Cina adalah negara produsen baterai EV terbesar di dunia, dengan kapasitas produksi sebesar 98,7 gigawatt-hour (GWh) pada kuartal III 2023.
Fakta ini merupakan peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya. Amerika Serikat berada di posisi kedua, dengan kapasitas produksi sebesar 27,4 GWh, diikuti oleh Jerman (11,5 GWh), Inggris (6,9 GWh), dan Prancis (4,6 GWh).
Indonesia sendiri selama ini belum menjadi pemain utama dalam produksi baterai EV. Namun, negara ini memiliki potensi yang besar untuk berkembang di bidang ini. Hal ini didukung oleh beberapa faktor.
Indonesia memiliki cadangan bahan baku baterai EV yang melimpah, seperti nikel dan kobalt. Nikel merupakan bahan baku utama untuk pembuatan katoda baterai EV, sedangkan kobalt digunakan untuk meningkatkan stabilitas baterai.
Dengan cadangan bahan baku yang melimpah, Indonesia memiliki keunggulan tersendiri dalam produksi baterai EV.
Pemerintah Indonesia juga berupaya untuk mengembangkan industri baterai EV di Indonesia.
Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah antara lain pemberian insentif fiskal untuk produsen baterai EV dan pembangunan infrastruktur untuk mendukung industri ini. Dukungan pemerintah ini diharapkan dapat menarik investasi dan mempercepat pertumbuhan industri baterai EV di Indonesia.
Selain itu, perkembangan industri baterai EV di Indonesia diharapkan dapat mendorong perkembangan kendaraan listrik di Indonesia. Kendaraan listrik lebih ramah lingkungan dan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil. Dengan demikian, Indonesia dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan
Seiring dengan potensi yang dimiliki Indonesia, beberapa perusahaan global telah mengumumkan rencana untuk membangun pabrik baterai EV di Indonesia.
Salah satu contohnya adalah konsortium Hyundai-LG Indonesia (HLI) Green Power yang akan mulai mengoperasikan pabrik baterai EV mereka di Indonesia mulai April 2024. Investasi dari perusahaan global ini akan membawa teknologi dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengembangkan industri baterai EV di Indonesia.
"Untuk pabrik (baterai) 10 gigawatt pertama dari Hyundai LG itu April sudah produksi, dan kami sudah masuk pembangunan pabrik 20 gigawatt," ujar Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Senin (18/3/2024), dikutip Kompas.com.
Tantangan yang Dihadapi Indonesia
Meskipun Indonesia memiliki potensi yang besar dalam produksi baterai EV, tetapi terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi.
Indonesia masih tertinggal dalam hal penguasaan teknologi baterai EV dibandingkan dengan pemain utama lainnya seperti Cina dan Amerika Serikat. Untuk dapat bersaing secara global, Indonesia perlu meningkatkan kemampuan teknologinya di bidang ini.
Selain teknologi, Indonesia juga perlu menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten di bidang produksi baterai EV. Ini termasuk insinyur, teknisi, dan tenaga kerja lainnya yang memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan memproduksi baterai EV.
Dukungan pemerintah melalui kebijakan yang berkelanjutan sangat penting untuk menjaga iklim investasi yang sehat dan mendorong pertumbuhan industri baterai EV di Indonesia. Kebijakan yang tidak konsisten dapat menghambat investasi dan mengurangi daya saing Indonesia dalam persaingan global.
Penulis: Christian Noven Harjadi
Editor: Iip M Aditiya