Melati, bukan nama sebenarnya, harus menerima kenyataan pahit dijatuhi hukuman enam bulan penjara karena menggugurkan kandungan hasil perkosaan oleh kakaknya sendiri. Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi, tetap menjatuhkan hukuman tersebut, meski Melati adalah korban kekerasan seksual. Walau begitu, harapan muncul ketika dakwaannya dicabut di pengadilan tinggi.
Sebagai korban, Melati berhak mendapat akses aborsi, khususnya akses yang aman. Namun, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat dari 103 korban perkosaan di Indonesia, hampir semuanya tidak mendapatkan akses tersebut. Center for Reproductive Rights pun melaporkan adanya 39.000 kematian setiap tahun akibat aborsi tidak aman di seluruh dunia.
Indonesia memiliki hukum yang mengakomodasi aborsi bagi korban kekerasan seksual, walau masih banyak masyarakatnya menentang praktik aborsi. UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP mengecualikan aborsi untuk korban pemerkosaan jika kehamilan tidak melebihi 14 minggu.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) juga mendukung hak korban atas aborsi aman dan pemulihan psikologis.
Tidak hanya di Indonesia, kelonggaran hukum terkait aborsi ini juga diterapkan di beberapa negara Asia Tenggara lainnya.
Baca Juga: Inilah 7 Negara yang Paling Menentang Aborsi, Indonesia Peringkat Berapa?
Tidak Seperti Filipina dan Laos, Indonesia Masih Bolehkan Aborsi untuk Korban Perkosaan
Center for Reproductive Rights menggolongkan Indonesia ke kategori keempat karena aborsi hanya diizinkan jika nyawa ibu terancam atau kehamilan terjadi akibat perkosaan atau inses.
Adapun hukum aborsi dunia dibagi ke dalam lima kategori, yakni sebagai berikut.
- Kategori I: negara yang memperbolehkan aborsi berdasarkan permintaan, total ada 77 negara dunia.
- Kategori II: negara yang memperbolehkan aborsi berdasarkan kondisi sosial dan ekonomi ibu hamil dan dampaknya terhadap kehamilan, total ada 12 negara di dunia.
- Kategori III: negara yang memperbolehkan aborsi untuk menjaga kesehatan, total ada 47 negara dunia.
- Kategori IV: negara yang memperbolehkan aborsi untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil, total ada 44 negara dunia.
- Kategori V: negara yang melarang praktik aborsi, total ada 21 negara dunia.
Di Asia Tenggara, Singapura, Thailand, Kamboja, dan Vietnam terkenal lebih fleksibel, mengizinkan aborsi atas permintaan tanpa alasan khusus. Umumnya, masa kehamilan yang diizinkan hanya sampai 12 minggu.
Malaysia sendiri mengizinkan aborsi untuk alasan kesehatan, termasuk kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau inses. Namun sebenarnya, masyarakatnya masih menganggap aborsi sebagai hal yang ilegal. Berbeda dengan negara-negara yang disebut sebelumnya, Filipina dan Laos malah melarang aborsi sepenuhnya, apapun alasannya.
Peraturan aborsi di Indonesia pun diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan Tahun 2024) yang baru disahkan Presiden Jokowi. Komnas Perempuan menyambut baik peraturan ini karena mempercepat dan memperkuat akses layanan bagi korban.
PP Kesehatan Tahun 2024 menetapkan bahwa aborsi bagi korban kekerasan seksual harus didukung surat keterangan dokter dan penyidik. Pelayanan hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut oleh tenaga medis yang berkompeten, dengan pendampingan konselor selama proses.
Meski begitu, peraturan ini dianggap masih memiliki kelemahan. Dalam rilis persnya (3/8), Komnas Perempuan menyoroti bahwa peraturan ini lebih membatasi akses aborsi dibandingkan aturan sebelumnya.
Dalam peraturan ini, hanya penyidik yang bersangkutan yang berhak memberikan keterangan adanya perkosaan dan hanya fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang bisa memberikan layanan aborsi tersebut.
Untuk memperbaiki ini, Komnas Perempuan merekomendasikan pemerintah untuk memperkuat pembinaan dan evaluasi agar akses aborsi aman dapat lebih mudah dijangkau oleh korban kekerasan seksual.
Mereka juga mengingatkan pentingnya layanan kontrasepsi darurat, informasi hak aborsi, dan kerja sama antara penegak hukum, lembaga pendamping korban, dan fasilitas kesehatan.
Baca Juga: Indonesia Jadi Negara Paling Kontra Aborsi
Penulis: Intan Shabira
Editor: Editor