Tingkat impor liquefied petroleum gas (LPG) Indonesia mencapai 6 juta ton per tahun. Hal ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
“Jadi sekarang kan kita impor LPG lebih dari 6 juta ton setahun. Kalau harganya US$575 per ton, dikali-kalikan saja tuh. Maksudnya jangan boros pakai LPG. Mentang-mentang murah, (malah) boros,” ungkapnya di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi pada Jumat (2/8), mengutip CNN.
Lebih rinci, saat ini kebutuhan LPG nasional mencapai 7 juta ton per tahun. Namun, produksi dalam negeri hanya bisa memenuhi 1,8 juta ton dari kebutuhan tersebut. Alhasil, konsumsi LPG mayoritas masih bergantung pada impor.
“Gas kita LPG konsumsi 7 juta, dalam negeri hanya 1,8 juta produksi kita. Sisanya kita impor, kenapa negara ini gini terus? Apa gak bisa kita bangun industri itu, atau sengaja dibiarkan untuk importir main terus,” tegas Bahlil dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI pada Selasa (27/8), mengutip CNBC.
Dari tahun ke tahun, jumlah produksi LPG tercatat stagnan, bahkan terjadi penurunan. Sementara itu, konsumsinya meningkat drastis. Data dari Kementerian ESDM menyebutkan bahwa konsumsi LPG per Januari 2023 mencapai 8,71 juta ton, sedangkan produksinya hanya sebesar 1,97 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan, Indonesia pun melakukan impor LPG sebesar 6,95 juta ton.
Keadaan ini sedikit berbeda dengan beberapa tahun ke belakang, sebut saja di tahun 2011. Produksi LPG di Indonesia mencapai 2,29 juta ton ketika itu. Jumlahnya memang masih belum bisa mencukupi kebutuhan nasional di angka 4,45 juta ton, namun volume impornya kala itu lebih rendah dibanding produksi nasional, yakni sebesar 1,99 juta ton.
Kebutuhan LPG terus naik namun produksi malah menurun. Hal inilah yang membuat Indonesia terus menerus bergantung pada impor LPG. Pada tahun 2013, 58,8% konsumsi LPG Indonesia berasal dari impor. Satu dekade berlalu, ketergantungan terhadap impor LPG malah meningkat. Kini, 79,8% konsumsi LPG Indonesia sepenuhnya berasal dari impor.
Upaya Pemerintah Kurangi Impor LPG
Guna mengurangi impor LPG, pemerintah saat ini tengah membangun jaringan pipa gas terintegrasi yang menghubungkan Aceh dan Jawa Timur, termasuk pipa transmisi gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) Tahap II yang panjangnya mencapai 245 kilometer (km). Proyek ini mencakup wilayah Batang-Cirebon-Kandang Haur Timur dan telah diresmikan pada Senin (30/9) dengan melakukan Pengelasan Perdana.
Proyek Cisem Tahap II ini merupakan sambungan dari proyek Cisem Tahap I yang telah rampung pada 2023 lalu. Proyek ini termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN) yang nilai kontraknya sebesar Rp2,78 tahun dengan durasi pembangunan selama 2 tahun.
“Jadi gini, jaringan gas itu kan ada dua, dari Jawa Timur ke Jawa Tengah, Cisem I sudah selesai. Sekarang kita bangun Cisem II,” ungkap Bahlil pada Rabu (9/10).
Cisem Tahap II bukan akhir dari proyek pembangunan pipa gas ini. Setelah rampung, pemerintah akan lanjut membangun pipa di Sumatra, yang mencakup ruas Dumai-Sei Mangkei (Dusem). Sebelum ini, sudah ada pula jaringan Gresik-Semarang (Gresem) yang dibangun.
Proyek pembangunan pipa ini bertujuan untuk mengintegrasi jaringan transmisi gas nasional. Dengan demikian, pasokan gas bumi ke berbagai wilayah di Indonesia bisa lebih stabil dan diharapkan bisa menjadi langkah awal dalam meminimasi impor LPG.
Baca Juga: 5 Merek Minyak dan Gas dengan Nilai Tertinggi di Dunia
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor