Kasus PHK di Indonesia Tembus 52 Ribu per September 2024

Provinsi dengan kasus PHK tertinggi adalah Jawa Tengah. Di provinsi tersebut, PHK terbanyak datang dari industri tekstil, garmen, dan alas kaki.

Kasus PHK di Indonesia Tembus 52 Ribu per September 2024 Pekerja di Indonesia | Wikimedia/Herusutimbul

Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terus berlangsung hingga beberapa waktu terakhir. Dalam data yang dirilis oleh Kementerian Tenaga Kerja RI, angka PHK di September 2024 nyaris menembus 53 ribu kasus. Angka tersebut merupakan jumlah kumulatif yang ditarik sejak Januari 2024.

Hal tersebut juga dikonfirmasi langsung oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri.

"Total PHK per 26 September 2024 adalah 52.993 tenaga kerja, meningkat (dibanding periode yang sama tahun lalu)," kata Indah mengutip Kontan.

Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai bahwa angka tersebut cukup meragukan. Pasalnya, ia menyebut bahwa angka PHK yang tercatat oleh dinas daerah jauh lebih kecil dibanding angka tersebut.

“(Jumlah korban PHK) Tidak sesuai dengan apa yang disampaikan di masyarakat karena jumlah PHK yang terdaftar di dinas relatif lebih rendah daripada yang disampaikan masyarakat,” ujar Airlangga dalam Tirto.

Naik 6,7 Ribu Dibanding Agustus 2024

Angka kumulatif Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia, Januari-September 2024 | GoodStats

GoodStats mencoba menarik data jumlah PHK mulai dari Januari 2024 melalui Satu Data Kemnaker. Hasilnya, angka PHK di September 2024 terpantau naik 6,7 ribu pekerja dibanding bulan sebelumnya.

Dari sisi regional, provinsi dengan jumlah kejadian PHK tertinggi ada di Jawa Tengah. Provinsi ini tercatat telah melakukan PHK terhadap 14,7 pekerjanya. Kebanyakan kasus PHK di Jawa Tengah didominasi oleh sektor industri tekstil, garmen, maupun industri alas kaki.

Pada urutan kedua, terdapat Banten dengan jumlah 9,1 ribu pekerja ter-PHK, dilanjut DKI Jakarta yang telah melakukan 7,4 ribu PHK secara kumulatif.

Adapun kenaikan angka PHK tertinggi terjadi pada Juni. Pada Mei 2024, angkanya masih di kisaran 32 ribu pekerja di tanah air ter-PHK. Kemudian, jumlahnya melejit sebanyak 10,7 ribu menjadi 42,8 ribu di Juni 2024. Bulan dengan kenaikan PHK tertinggi nomor 2 adalah Mei 2024 sebanyak 8,3 ribu kasus PHK.

Jika dilihat dari sektornya, kasus PHK paling besar merupakan kasus dari sektor pengolahan (24 ribu pekerja), sektor jasa (12,8 ribu pekerja), serta sektor perhatian, kehutanan, dan perikanan (3,9 ribu pekerja).

“Kami terus melakukan memitigasi agar jangan sampai PHK itu terjadi. Jadi upaya-upayanya kami pertemukan, antara manajemen dengan pekerja, kami ketemukan itu, bisa menekan terjadinya PHK,” kata Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah mengutip Kompas.

Dorong Perusahaan Penuhi Hak Korban PHK

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI) Elly Rosita cukup kesal akan angka tersebut. Bahkan, ia memberi klaim bahwa masih banyak perusahaan yang terpantau belum memberikan pesangon kepada pekerja terdampak PHK.

"Dan yang bikin kesal buruh itu perusahaan ujug-ujug berhenti beroperasi. Seumpama ada pemberitahuan enam bulan sebelumnya kan, buruh bisa negosiasi atau setidaknya mencari pekerjaan baru," kata Elly dalam BBC Indonesia.

Menanggapi fenomena masifnya PHK di tanah air, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyebut bahwa pemberian jaminan kehilangan pekerjaan menjadi perlu dan harus dibayar segera. Hal tersebut penting karena menurutnya itu adalah hak dari pekerja yang terdampak.

“Satu, (jaminan) pesangon. Tidak boleh perusahaan mengingkari pesangon. Yang kedua, jaminan sosial terutama jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan yang lebih penting adalah jaminan kehilangan pekerjaan,” kata Edy yang dimuat DPR.

Baca Juga: Jumlah Pengangguran Indonesia 2024, Apakah PHK Massal Akan Berpengaruh?

Penulis: Pierre Rainer
Editor: Editor

Konten Terkait

Peternak Sapi Perah Buang Susu Segar, Menteri Pertanian Ambil Langkah Tegas

Pengepul sapi dari Pasuruan dan Boyolali mengalami kekecewaan hingga membuang hasil panen susu akibat Industri Pengolah Susu (IPS) memilih impor.

Menilik Ketimpangan Ekonomi di 'Daerah Istimewa' yang Tak Kunjung Reda

Meskipun PDRB dan sektor pariwisata DIY meningkat signifikan, akan tetapi ketimpangan ekonomi tetap tinggi. Kemiskinan beralih dari desa ke kota.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook