Ancaman Panas Bumi terhadap Kanker Kulit, Bagaimana Langkah Preventifnya?
Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas dan tahun 2024 diprediksi menjadi tahun dengan panas mendidih. Suatu prediksi yang tidak seharusnya diacuhkan, tetapi sering kali diabaikan.
El Nino digadang-gadang menjadi faktorial tambahan pada kenaikan suhu bumi, selain pemanasan iklim. Stabilitas perekonomian dunia hingga keadaan alam saat 2023 memang sempat mengalami gejolak diakibatkan fenomena alam ini.
Namun beranjak dari fakta terjadinya bencana alam El Nino tersebut, seyogyanya perubahan iklim pada 2024 dengan status panas mendidih ini perlu difokuskan opsi faktorialnya terhadap aktivitas dan tingkah laku manusia sebagai aktor tunggal pada kehidupan alam di sekitarnya.
Deforestasi merupakan salah satu faktorial utama yang paling menyita perhatian para pejuang preservasi alam. Indonesia sebenarnya memiliki suatu program menangani hal ini, yaitu Forest and Land Use (FoLu) Net Sink 2030 melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Program tersebut sejatinya merupakan terusan dari implementasi Nationally Determined Contribution (NDC) dalam mengurangi emisi gas kaca. Namun pada kenyataannya, masih dapat ditemukan beberapa poin kelemahan program tersebut, khususnya dalam persoalan regulasi dan rancangan kerja.
Greenpeace Indonesia mengemukakan bahwa program FoLu 2030 tersebut justru hanya melanggengkan deforestasi di Indonesia. Oleh karena itu, usaha ini masih belum mampu melindungi masyarakat dari ancaman bahaya panas matahari akibat emisi karbon bersamaan dengan cuaca ekstrem 2024.
Globocan 2020 mencatatkan bahwa telah terjadi 18.000 kasus kanker kulit di Indonesia dengan angka kematian mencapai 3.000 kasus.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) menuturkan bahwa kenaikan kasus kanker kulit di dunia berbanding lurus dengan peningkatan panas bumi dan frekuensi intensitas pancaran sinar matahari.
Kanker kulit sebenarnya termasuk penyakit yang dapat disembuhkan tetapi melihat kondisi angka kematiannya yang juga semakin meningkat berangsur-angsur hingga 88% saat 2019, maka langkah terbaik yaitu menghindari terjadinya kasus kanker kulit itu sendiri.
WHO dan ILO menegaskan bahwa kenaikan kanker kulit juga banyak dilatarbelakangi mobilisasi masyarakat sebagai pekerja, sehingga disarankan untuk melakukan antisipasi kerja atau aktivitas yang dapat menjaga diri atau kulit saat mengalami kontak langsung dengan matahari.
Daftar Tabir Surya Favorit Masyarakat Indonesia Versi Top Brand Award 2023
Pernyataan WHO dan ILO juga dikonfirmasi oleh Indonesia Cancer Care Community (ICCC). Oleh karena itu, sebaiknya suatu langkah penting untuk masyarakat mengetahui daftar atau peringkat terbaik pada jenis produk tabir surya di Indonesia, sebagai prevensi awal.
Penilaian Top Brand Award termasuk salah satu penghargaan paling dinanti-nanti oleh perusahaan maupun konsumen sendiri.
Indikator Top Brand Award meliputi kemampuan suatu merek pada produk tertentu untuk menempatkannya diri pada benak konsumen (mind share), kekuatan merek tersebut dalam menguasai pasar hingga membentuk perilaku konsumen (market share), dan intensitas dalam membentuk repeat order pada konsumen saat pembelian mendatang (commitment share).
Nivea berhasil menduduki peringkat teratas dengan total Indeks Top Brand sebanyak 27,8% dalam satuan produk tabir surya di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Nivea mampu mengungguli merek lainnya dalam tiga indikator tersebut.
Dalam dunia pemasaran, terdapat 7P sebagai kerangka pemasaran dan indikator pada Top Brand Award tersebut sebenarnya termasuk dalam poin promosi dalam kerangka 7P, yang mana juga pastinya apabila promosi berhasil maka artinya juga berkesinambungan dengan keutamaan poin produk, dalam artian kualitas produknya.
Berdasarkan pemeringkatan merek tabir surya pada Top Brand Award 2023 maka diartikan bahwa masyarakat dapat mempertimbangkan penggunaan merek-merek di atas sebagai tabir surya pilihan, menghadapi ancaman kanker kulit karena panasnya sinar matahari.
Penulis: Andini Rizka Marietha
Editor: Iip M Aditiya
