Era Jokowi vs SBY, Menelusuri Tingkat Kemiskinan Indonesia Selama 2 Dekade

Tingkat kemiskinan pada akhir era SBY tercatat sebesar 11,25%, sedangkan di akhir era Jokowi, tingkat kemiskinan menjadi 9,03%.

Era Jokowi vs SBY, Menelusuri Tingkat Kemiskinan Indonesia Selama 2 Dekade Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo Kunjungan ke Istana Merdeka | Kemensetneg RI

Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah dipimpin oleh dua presiden, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi). Keduanya memiliki visi dan kebijakan berbeda dalam berbagai aspek, termasuk penanganan kemiskinan.

Permasalahan kemiskinan di Indonesia merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah, upaya penanggulangannya menjadi prioritas utama nasional. Hasil yang dicapai setiap era pemerintahan menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Kepemimpinan SBY berlangsung dari 2004-2014, kerap dikaitkan dengan stabilitas ekonomi yang solid setelah krisis Asia di akhir 90-an.

Sementara itu, Jokowi, mulai menjabat pada 2014, menghadapi tantangan pandemi Covid-19 yang memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi dan tingkat kemiskinan.

Angka Kemiskinan di Era SBY

Jumlah dan Persentase Kemiskinan Era SBY | GoodStats
Pada 2014, tingkat kemiskinan mencapai 11,25%, setara dengan 28,28 juta orang | GoodStats

Selama kepemimpinan SBY, Indonesia mencatat kemajuan yang signifikan dalam mengurangi kemiskinan yang mencapai 36,15 juta orang dengan tingkat kemiskinan sebesar 16,66% di 2004.

Di akhir masa jabatannya pada 2014, angka kemiskinan turun menjadi 11,25% setara dengan sekitar 28,28 juta orang. Penurunan ini dapat menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menangani isu kemiskinan pada era SBY.

Salah satu faktor kunci yang mendukung penurunan angka kemiskinan selama periode ini adalah pertumbuhan ekonomi yang stabil, rata-rata pertumbuhan mencapai 5,9% antara tahun 2009-2013.

Terdapat pula tantangan besar di 2008 dengan adanya krisis keuangan global, namun Indonesia tetap menjaga pertumbuhan positif dan meminimalisir dampaknya melalui kebijakan, termasuk stimulus fiskal untuk melindungi masyarakat rentan.

Angka Kemiskinan di Era Jokowi

Jumlah dan Persentase Kemiskinan Era Jokowi | GoodStats
Angka kemiskinan Jokowi mencapai 9,03% di 2024 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 25,22 juta orang | GoodStats

Jokowi dilantik sebagai Presiden Indonesia pada Oktober 2014, dan pada awal pemerintahannya, tingkat kemiskinan di 2015 mencapai 11,25% atau setara dengan 28,59 juta orang.

Kemudian, tingkat kemiskinan terus mengalami penurunan secara konsisten hingga 2019 dengan mencapai 9,41% atau setara dengan 25,14 juta orang.

Namun, adanya pandemi Covid-19 menyebabkan lonjakan kemiskinan hingga 9,78% pada Maret 2020 dan puncaknya terjadi pada 2021 dengan 10,14%. Setelah itu, angka kemiskinan berhasil ditekan menjadi 9,54% pada Maret 2022.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2024, tingkat kemiskinan turun menjadi 9,03% dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,22 juta orang.

“Tingkat kemiskinan Maret 2024 sebesar 9,03% merupakan tingkat kemiskinan yang terendah dalam satu dekade ini,” tutur Plt. Sekretaris Utama BPS Imam Machdi, dalam konferensi pers, dikutip dari Bisnis.

Imam juga menjelaskan bahwa penurunan garis kemiskinan sulit tercapai karena dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas pokok selama periode Maret 2023-2024. Hal ini berdampak pada tingkat konsumsi dan pengeluaran masyarakat yang akhirnya terlihat pada angka kemiskinan.

“Kenaikan harga beberapa komoditas pokok ini tentu mempengaruhi tingkat konsumsi dan pengeluaran masyarakat yang tercermin dari angka kemiskinan,” tutur Imam, dalam kutipan Kumparan.

Dengan begitu, selama dua periode kepemimpinan Jokowi, angka kemiskinan Indonesia hanya turun sebesar 2,2% dan target di periode kedua kepemimpinannya belum tercapai. 

Pendorong Turunnya Angka Kemiskinan

BPS menyatakan kondisi ekonomi nasional menunjukkan kecenderungan positif. Beberapa faktor yang berkontribusi pada penurunan tingkat kemiskinan di 2024 adalah pertumbuhan ekonomi domestik yang tetap kuat sebesar 5,11% pada kuartal I 2024.

Kedua, nilai tukar petani pada Maret 2024 juga naik sebesar 7,7% menjadi 119,39, serta rata-rata upah buruh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan tahunan sebesar 8,42% pada Februari 2024. 

Selain itu, pemerintah turut meluncurkan berbagai program bantuan sosial antara Januari-Maret 2024, seperti bantuan pangan beras, bantuan pangan non-tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Program Indonesia Pintar (PIP).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa penurunan tingkat kemiskinan hingga Mei 2024 didorong oleh kekuatan perekonomian domestik dan berbagai program bantuan sosial.

“Pemerintah akan terus berkomitmen menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang selanjutnya dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya. 

Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, menghargai upaya pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan hingga satu digit, terutama saat Covid-19. Namun, ia juga mengingatkan masih ada tantangan yang harus dihadapi untuk terus menekan angka kemiskinan.

Baca Juga: Satu Dekade Era Kepemimpinan Jokowi

Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Editor

Konten Terkait

Deretan Kecamatan Penghasil Susu Sapi di Boyolali

Boyolali, sebagai sentra penghasil susu, memiliki potensi besar yang sayangnya belum sepenuhnya terwadahi dengan baik.

Sambut Pilkada 2024, Masyarakat Surakarta Khawatir Akan Isu Sosial Politik

Jelang Pilkada 2024, warga Surakarta tercatat mengkhawatirkan isu politik dinasti. Mereka juga berharap pemimpin baru bisa segera menyelesaikan masalah ekonomi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook