Disinyalir Joki Disertasi, UI Tangguhkan Gelar Doktor Bahlil Lahadalia

Isu soal Bahlil kembali mencuat lantaran UI mengambil langkah tegas untuk melakukan penangguhan gelar doktor yang diberikan kepada Bahlil Lahadalia.

Disinyalir Joki Disertasi, UI Tangguhkan Gelar Doktor Bahlil Lahadalia Foto Bahlil Lahadalia | Berita Golkar Pedia

Nama Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), baru-baru ini kembali mencuat pasca Universitas Indonesia (UI)  mengumumkan penangguhan gelar doktor yang beberapa waktu lalu sempat diberikan kepada Bahlil.

Seperti yang kita ketahui, Bahlil telah mendapat gelar doktor dari Sekolah Stratejik dan Global (SKSG) UI pada 16 Oktober 2024 lalu. Namun, pemberian gelar tersebut memantik diskursus publik karena singkatnya masa studi yang ditempuh Bahlil, yakni hanya sekitar 1 tahun 8 bulan atau 3 semester saja. Selain itu, Bahlil juga disebut-sebut melakukan joki disertasi beserta jurnal yang diterbitkan.

Penangguhan diputuskan setelah diadakan rapat koordinasi antara 4 organ UI (MWA, dewan guru besar, senat akademik, dan rektorat) pada Senin, 11 November 2024. Hal ini merupakan wujud tanggung jawab serta komitmen UI untuk terus meningkatkan tata kelola akademik yang lebih baik, transparan, dan berlandaskan nilai-nilai keadilan. Hal ini juga terdapat dalam rilis yang ditandatangani oleh K.H. Yahya Cholil Staquf, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI.

“Mengingat langkah-langkah yang telah diambil oleh UI, kelulusan BL mahasiswa Program Doktoral (S3) SKSG ditangguhkan, mengikuti Peraturan Rektor Nomor 26 Tahun 2022, selanjutnya akan mengikuti keputusan sidang etik,” isi rilis yang dikirimkan oleh Yahya dan diterima pada Rabu (13/11/2024).

Lebih jauh, pada rilis tersebut, UI juga meminta maaf kepada masyarakat luas mengenai kontroversi Bahlil. Pihaknya mengakui bahwa permasalahan yang terjadi semata-mata bersumber dari kekurangan UI sendiri. Saat ini, UI tengah mengambil langkah tegas untuk mengatasi polemik ini, baik dari segi akademik maupun etika.

Jatam Sebut Ada Praktik Joki Karya Ilmiah dalam Disertasi Bahlil

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melki Nahar, menduga terdapat praktik perjokian dalam karya ilmiah dalam disertasi Bahlil. Hal ini karena terdapat peneliti lain yang melakukan penelitian, tetapi data dan informasi yang diberikan oleh pihak Jatam ke peneliti tersebut tiba-tiba muncul di disertasi Bahlil.

Bahkan, disebutkan juga bahwa Jatam merupakan sumber informan utama dalam disertasi Bahlil. Jatam mengaku bahwa tidak pernah ada persetujuan sama sekali dari pihak Jatam itu sendiri mengenai hal tersebut.

“Kami tidak pernah memberikan persetujuan, baik secara tertulis maupun lisan, untuk menjadi informan utama bagi disertasi tersebut,” ungkap Melky dalam surat resmi yang ditujukan kepada Rektor UI, Ketua Senat Akademik UI, Ketua Dewan Guru Besar UI, serta Ketua Majelis Wali Amanat UI, tertanggal 6 November 2024, seperti yang dikutip dari Tempo

Melky menambahkan bahwa Jatam hanya memberikan persetujuan untuk diwawancara oleh seseorang yang bernama Ismi Azkya, yang memperkenalkan dirinya sebagai peneliti lembaga Demografi UI. Namun, tidak ada pemberitahuan bahwa wawancara tersebut merupakan salah satu proses penelitian yang akan digunakan untuk disertasi Bahlil.

Jatam baru mengetahui bahwa namanya dicatut sebagai informan utama dalam disertasi Bahlil ketika mereka sudah menerima salinan disertasi Bahlil pada 16 Oktober 2024 lalu.

“Kami menuntut nama Jatam beserta seluruh informasi yang telah diberikan untuk dihapus dalam disertasi tersebut,” ujar Melky.

Lantas, apakah praktik joki seperti ini memang sudah lumrah dilakukan dalam lingkup akademik? Lalu, bagaimana fakta joki di lapangan dalam berbagai tingkatan pendidikan? Berapa kisaran biaya untuk bisa joki?

Nominal Biaya di Berbagai Tingkatan untuk Joki

Pada Februari 2023, tim investigasi Harian Kompas telah melakukan liputan investigasi mengenai praktik joki yang merajalela di dunia akademisi. Dari liputan tersebut, ditemukan data di lapangan mengenai uang yang harus dikeluarkan untuk bisa melakukan joki tugas hingga karya ilmiah.

Menurut hasil laporan, tingkatan joki di lapangan dapat ditemui pada tingkat tugas SMA, skripsi (S1), thesis dan disertasi (S2 dan S3), serta naskah ilmiah untuk diterbitkan di jurnal. Adapun biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar jasa joki tersebut bervariasi.

Biaya untuk Joki di Berbagai Tingkatan
Untuk joki thesis atau disertasi, diperlukan biaya dari rentang Rp7,5 juta hingga Rp10 juta | GoodStats

Pada tingkatan SMA, seseorang perlu membayar Rp200 ribu untuk menyelesaikan tugas. Sementara itu, pada tingkat perguruan tinggi, seseorang perlu membayar Rp1,95 juta sampai Rp2,8 juta untuk joki skripsi; Rp7,5 juta-Rp10 juta untuk thesis dan disertasi; serta lebih dari Rp10 juta untuk pembuatan naskah ilmiah yang diterbitkan.

Melansir liputan investigasi Harian Kompas tersebut, ironisnya, sebagian besar pelaku usaha joki tersebut berbadan hukum. Hal ini membuat mereka semakin leluasa untuk menjalankan usahanya. Selain itu, jasa mereka juga dapat dengan mudah ditemui di internet. 

Melalui salah satu wawancara dengan narasumber (inisial ATK) yang merupakan ketua salah satu perusahaan joki yang melabeli layanan mereka dengan bimbingan belajar serta jasa pengolahan data, fakta mengejutkan terungkap. Ternyata, banyak dosen yang turut memakai jasa joki tersebut.

“Dosen pun juga ada yang menggunakan jasa ami. Minimal yang mengerjakan di sini lulusan S2. Jadi, kami memang profesional dari segi keilmuan,” ungkap ATK, melansir Harian Kompas.

Melihat fakta tersebut, maka bukan tidak mungkin bahwa dugaan Jatam yang menyebut jika Bahlil melakukan joki karya ilmiah benar adanya. Bahlil dapat membayar joki tersebut dengan nominal yang terdapat di infografik di atas atau dengan nominal yang beredar di pasaran.

Respons Bahlil dan Langkah Tegas yang Diambil UI

Menanggapi penangguhan kelulusannya tersebut, Bahlil mengatakan bahwa ia belum mengetahui isi dokumen rilisnya. Akan tetapi, yang jelas Bahlil sudah mendapatkan rekomendasinya.

“Di situ yang saya pahami bukan ditangguhkan, tetapi memang wisuda saya itu harusnya di Desember dan saya kan dinyatakan lulus itu kan setelah yudisium, dan yudisium saya kan Desember,” ungkap Bahlil.

Ia menambahkan bahwa setelah proses disertasi, ada proses revisi/perbaikan disertasi. Dengan demikian, setelah perbaikan disertasi, studinya baru dinyatakan selesai.

Dewan Guru Besar UI akan melakukan sidang etik terhadap potensi pelanggaran dalam proses pembimbingan mahasiswa program doktor di SKSG UI, tetapi untuk waktunya belum ditentukan. Langkah ini diambil untuk memastikan penyelenggaraan pendidikan di UI dilakukan dengan cara yang profesional serta bebas dari konflik kepentingan.

Saat ini UI juga sedang melakukan evaluasi secara mendalam dan komprehensif terhadap tata kelola penyelenggaraan program doktor (S3). Pernyataan ini juga terdapat dalam dokumen rilis yang sama.

“Berdasarkan hal tersebut, maka UI memutuskan untuk menunda sementara (moratorium) penerimaan mahasiswa baru di Program Doktor (S3) SKSG hingga audit yang komprehensif terhadap tata kelola dan proses akademik di program tersebut selesai dilaksanakan,” demikian seperti yang terdapat pada rilis.

Baca Juga: Menilik Kontroversi Gelar Doktor Bahlil Lahadalia

Penulis: Elvira Chandra Dewi Ari Nanda
Editor: Editor

Konten Terkait

Persaingan Sengit Megawati vs Jokowi Sang ‘Mantan Anak Didik’ di Pilkada Jateng 2024

Pilkada Jateng 2024 merupakan persaingan sengit antara dua kubu besar: PDIP yang mengusung Andika-Hendi dan KIM Plus yang mengusung Luthfi-Yasin.

Pemerintah Targetkan Tambah 100 GW Pembangkit Listrik

Pemerintah Indonesia berencana menambah suplai listrik dari energi terbarukan, kini berapa kapasitas listrik di Indonesia?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook