Jagad media sosial kembali ramai dengan kabar kekerasan pada anak. Pada Minggu (9/6) lalu, seorang anak berusia 13 tahun ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat. Hasil investigasi memunculkan dugaan kuat bahwa kematian anak tersebut disebabkan penganiayaan oleh oknum polisi.
Tak hanya itu, sepanjang 2024, sejumlah kasus serupa telah terjadi. Kekerasan tersebut berlangsung di berbagai wilayah Indonesia dengan jenis kekerasan yang beragam.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kubu Raya, melaporkan 25 kasus kekerasan terhadap anak sejak Januari hingga awal Juni 2024. Dilansir dari suarakalbar.id, korban mengalami kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Jumlah lebih banyak dijumpai di Kabupaten Malang. Dari Januari hingga April 2024, kekerasan terhadap anak yang masuk ke laporan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencapai 34 kasus dengan 37 anak sebagai korban.
Kekerasan Anak Hampir Terjadi di Seluruh Wilayah Indonesia
Sepanjang 2024, Simfoni PPA Kementerian PPPA mencatat sudah ada kasus kekerasan pada anak di seluruh provinsi Indonesia. Paling banyak terjadi di Jawa Barat dengan 857 korban. Kemudian, disusul Jawa Timur dengan 724 korban, Sumatera Utara dengan 594 korban, dan Jawa Tengah dengan 546 korban.
Sejumlah provinsi yang paling sedikit meninggalkan catatan adalah Papua Tengah dengan 11 korban, Papua Pegunungan dengan 4 korban, dan DKI Jakarta dengan 8 korban.
Secara nasional, Indonesia mencapai ribuan kasus kekerasan terhadap anak per tahunnya. Kekerasan tersebut dirasakan para korban baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Bentuk kekerasan lain yang juga terjadi adalah eksploitasi anak, TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), serta penelantaran anak.
Jumlah kekerasan seksual tercatat menjadi yang paling tinggi dan meningkat seiring bertambah waktu. Kekerasan jenis lainnya juga masih menyisakan banyak korban.
Saat menangani salah satu kekerasan anak di Bekasi dan Tangerang Selatan, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Nahar, menyebutkan pihaknya akan melakukan langkah keselamatan, kesejahteraan, berkelanjutan, dan permanensi pengasuhan anak korban kekerasan.
“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa anak-anak yang menjadi korban kekerasan mendapatkan hak-hak mereka, termasuk pendidikan, dan ditempatkan dalam pengasuhan terbaik sebelum layanan kami selesai,” jelas Nahar.
Selain alasan hukum dan kebutuhan regenerasi bangsa, sudah sepatutnya negara berperan besar dalam hal ini, mengingat hak asasi manusia yang harus dipenuhi.
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor