Banjir Jadi Bencana Alam yang Paling Sering Terjadi di Indonesia

Dengan kondisi alam yang dinamis, perlu adanya pendekatan berkelanjutan untuk menghadapi bencana yang bisa muncul tanpa diduga.

Banjir Jadi Bencana Alam yang Paling Sering Terjadi di Indonesia Ilustrasi Banjir di Indonesia | Flickr

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di antara beberapa lempeng tektonik aktif dan di kawasan cincin api Pasifik, sangat rentan terhadap bencana alam.

Kondisi geografis dan geologis ini menjadikan Indonesia sering kali mengalami berbagai jenis bencana alam yang bisa terjadi kapan saja, dengan skala dan intensitas yang beragam.

Setiap tahunnya, jumlah dan jenis bencana alam yang melanda tanah air selalu berubah, baik dalam frekuensi maupun dampaknya, sehingga masyarakat perlu terus meningkatkan kewaspadaan.

Bencana alam yang terjadi di Indonesia memiliki variasi jenis dan dampak yang signifikan, mulai dari yang memengaruhi wilayah kecil hingga yang melibatkan skala nasional.

Beragam bencana ini juga menunjukkan bahwa ancaman yang dihadapi tidak terbatas pada satu bentuk saja, tetapi mencakup berbagai kejadian yang masing-masing memiliki karakteristik dan risiko tersendiri.

Bencana alam banjir telah terjadi sebanyak 843 kali di Indonesia selama tahun 2024 | GoodStats

Selama periode 1 Januari hingga 1 November 2024, bencana alam di Indonesia menunjukkan frekuensi kejadian yang bervariasi, dengan banjir sebagai bencana paling dominan.

Sebanyak 843 kejadian banjir tercatat terjadi di berbagai wilayah, terutama pada musim hujan. Tingginya curah hujan yang dibarengi dengan buruknya sistem drainase serta perubahan tata guna lahan turut memengaruhi intensitas banjir yang melanda wilayah-wilayah rentan di Indonesia.

Dampaknya sangat signifikan karena banjir tak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat dan berpotensi memicu masalah kesehatan.

Selain banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga tercatat sebagai bencana alam yang sering terjadi, dengan jumlah 330 kejadian. Karhutla ini sering kali dipicu oleh kondisi iklim kering serta aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab.

Bencana ini memberikan dampak serius terhadap lingkungan, mencemari udara, dan mengganggu kesehatan masyarakat. Berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Sumatra dan Kalimantan, sering kali menjadi titik-titik utama karhutla yang menimbulkan asap pekat yang dapat menyebar hingga ke negara tetangga.

Cuaca ekstrem dengan 297 kejadian juga menjadi ancaman yang tak kalah serius. Fenomena cuaca yang tidak menentu ini sering disertai angin kencang, badai, atau hujan deras yang terjadi secara tiba-tiba.

Cuaca ekstrem ini biasanya muncul di tengah perubahan iklim global yang memicu perbedaan suhu dan pola cuaca yang tidak biasa.

Tanah longsor menjadi bencana berikutnya dengan 94 kejadian yang teridentifikasi. Longsor banyak terjadi di wilayah perbukitan atau dataran tinggi yang rawan, terutama saat curah hujan tinggi mengguyur dalam jangka waktu panjang.

Di samping itu, kekeringan juga melanda beberapa wilayah Indonesia dengan total 49 kejadian sepanjang tahun ini. Bencana ini biasanya terjadi di daerah-daerah yang sulit mendapatkan pasokan air bersih, dan dampaknya sangat terasa dalam sektor pertanian, yang bergantung pada ketersediaan air untuk mengairi lahan.

Gempa bumi dengan 16 kejadian tercatat selama periode yang sama, mengingat posisi Indonesia yang berada di zona tektonik aktif. Meski gempa-gempa ini tidak selalu memicu tsunami, getarannya cukup menimbulkan kekhawatiran dan kerusakan di wilayah-wilayah terdampak. 

Bencana gelombang pasang atau abrasi yang tercatat sebanyak 11 kali sepanjang tahun ini juga menjadi tantangan bagi daerah pesisir. Dampaknya dapat merusak pemukiman penduduk di pesisir, menghancurkan tambak, hingga merusak fasilitas umum. 

Erupsi gunung berapi juga terjadi beberapa kali sepanjang tahun ini, dengan 4 kejadian yang dilaporkan. Mengingat Indonesia memiliki banyak gunung api aktif, ancaman letusan ini tidak bisa diabaikan.

Sementara itu, tsunami tidak tercatat selama periode ini, tetapi ancaman tsunami tetap harus diwaspadai mengingat letak Indonesia yang berada di kawasan rawan gempa bumi bawah laut. 

Ketidakhadiran tsunami dalam data ini tidak berarti ancaman tersebut berkurang, namun justru mengingatkan pentingnya terus memantau aktivitas tektonik sebagai bagian dari upaya mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana yang tidak terduga.

Baca Juga: Banjir Dominasi Bencana Alam Indonesia Oktober 2024

Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor

Konten Terkait

Melihat Polemik Kejanggalan Survei Poltracking pada Pilkada Jakarta 2024

Perbedaan survei antara LSI dan Poltracking berbuntut pada Poltracking yang dijatuhi sanksi oleh Dewan Etik Persepsi. Namun, hal tersebut menuai kontroversi.

Mampukah Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran Atasi Isu Stunting?

Pemerintahan baru Prabowo-Gibran akan atasi isu stunting dengan program makan bergizi gratis. Namun, apakah hal tersebut benar-benar efektif?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook