Bangkrutnya Sritex dan Serbuan Impor: Mungkinkah Tekstil Indonesia di Ujung Tanduk?

Keberlangsungan industri tekstil perlu diperhatikan atas keberadaan Impor tekstil 2023 capai US$8,34 miliar, sementara ekspor tekstil dalam kondisi stagnan.

Bangkrutnya Sritex dan Serbuan Impor: Mungkinkah Tekstil Indonesia di Ujung Tanduk? Industri Tekstil Indonesia | ASEAN Brifing

Industri tekstil Indonesia sedang berada di titik yang mengkhawatirkan. Kondisi ini diperparah dengan kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang telah lama menjadi tulang punggung industri tekstil dalam negeri. Disisi lain, Indonesia juga diserbu oleh gelombang impor tekstil yang tinggi. 

Serbuan Tekstil Impor yang Mengkhawatirkan

Berdasarkan Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor tekstil Indonesia dalam kurun waktu 2014 hingga 2023 mengalami fluktuasi, akan tetapi tetap dalam tren yang tinggi.

Pada tahun 2018, volume impor tekstil mencapai puncaknya sebesar 2,56 juta ton atau senilai US$10,02 miliar. Meski mengalami penurunan pada tahun 2019 dan 2020, volume dan nilai impor tekstil kembali meningkat pada tahun 2021 hingga mencapai US$9,43 miliar dengan volume 2,21 juta ton.

Kondisi impor tekstil Indonesia 2014-2023: Volume dan nilai impor tetap tinggi, ancaman bagi industri lokal | GoodStats

Pada tahun 2023 kembali terjadi penurunan impor tekstil menjadi 1,96 juta ton dengan nilai US$8,34 miliar, akan tetapi jumlah ini tetap tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan produksi dalam negeri.

“Kita kalah bersaing karena impor begitu murah harganya. Dan daya saing kita juga lemah. Saya stres karena kita yang punya pasar tapi orang lain yang menguasai terus terus menerus. Saya terus terus terang mudah-mudahan enggak naik nih tensi saya, tapi ternyata naik juga loh ini. Ini saya kaget mendengarnya.” ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno dalam dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Jakarta (9/7) dilansir Media DPR RI.

Stagnasi Ekspor Tekstil: Tanda Krisis atau Peluang Pembenahan?

Disisi lain, kondisi ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia mengalami stagnasi dalam sepuluh tahun terakhir. BPS mencatat, volume ekspor pakaian jadi dari tekstil Indonesia mengalami sedikit perubahan sejak 2014 hingga 2023.

Pada 2017, volume ekspor berada pada angka 358,4 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$6,69 miliar. Angka ini sempat meningkat pada 2018 dengan volume mencapai 353,6 ribu ton dengan nilai tertinggi sebesar US$7,28 miliar. Namun, setelah itu, tren menurun kembali terjadi.

Selama 10 tahun, ekspor tekstil Indonesia tidak mengalami kenaikan signifikan | GoodStats

Pada tahun 2023, volume ekspor tekstil dan pakaian jadi hanya mencapai 273,1 ribu ton, dengan nilai ekspor sebesar US$6,7 miliar. Meski adanya fluktuasi, akan tetapi secara keseluruhan, tren ekspor tekstil Indonesia cenderung stagnan tanpa adanya peningkatan yang signifikan.

Menurut Rema Gita Wiraswasta selaku Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) yang dilansir dalam artikel kajian Niken Paramita Purwanto, pengusaha Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mengeluhkan penurunan penjualan sejak tahun lalu. Pada Maret 2023, ekspor tekstil Indonesia mengalami kenaikan sebesar 16,87% dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, secara tahunan, data menunjukkan penurunan ekspor sebesar 17% pada tahun 2022 dibandingkan 2021, dengan total ekspor mencapai 1,5 juta ton.

Hal ini mengindikasikan bahwa industri tekstil Indonesia kesulitan bersaing di pasar internasional dan mengalami tantangan dalam meningkatkan daya saing produk di pasar global.

Dampak Kebangkrutan PT Sritex pada Industri Tekstil Indonesia

Bangkrutnya PT Sritex menjadi tamparan keras bagi industri tekstil Indonesia. Sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara, PT Sritex telah berkontribusi besar dalam ekspor tekstil Indonesia. Namun, permasalahan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan ini berdampak signifikan pada produksi dan ekspor tekstil Indonesia secara keseluruhan.

“Efek domino pasti ada, apalagi Sritex adalah pemain besar, supplier dan buyer akan terdampak, termasuk industri garmen dan kerajinan rakyat. Belum lagi 17.000 karyawan Sritex yang terancam PHK," ungkap Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin dikutip dari Bloomberg Technoz (26/10).

Ancaman terhadap Keberlanjutan Industri Tekstil Indonesia

Kondisi industri tekstil Indonesia yang lesu ini menimbulkan kekhawatiran dari berbagai kalangan. Stagnasi ekspor dan tingginya impor tekstil tidak hanya mengancam keberlanjutan industri tekstil lokal, tetapi juga berpotensi menurunkan penyerapan tenaga kerja.

“Ketika industri lokal tidak mampu bersaing karena regulasi yang tidak mendukung, pasar akan lebih memilih produk impor yang lebih murah dan berkualitas, yang pada akhirnya melemahkan industri domestik.” ujar Pengamat Pertekstilan yang juga Mantan Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman, dilansir Liputan6.

Disisi lain, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin Adie Rochmanto, menambahkan bahwa pihaknya menduga ada impor ilegal yang tidak tercatat.

“Kami berasumsi adanya impor ilegal yang tidak tercatat, yaitu dengan melihat adanya selisih data antara total impor yang dilaporkan oleh BPS dengan total ekspor yang dilakukan oleh negara lain ke Indonesia yang dilakukan oleh biro statistik negara tersebut.” tegasnya dikutip Liputan6.

Langkah Pasti dalam Menyelamatkan Industri Tekstil

Dalam mengatasi kondisi ini, perlu adanya langkah konkret dari pemerintah dan pihak terkait.

Menurut Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Reni Yanita, mengatakan

“Solusi atas permasalahan jangka pendek industri TPT antara lain pemberantasan impor ilegal dan impor pakaian bekas hingga pengawasan penjualan produk tersebut di marketplace dan media sosial, implementasi kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada sektor industri TPT, serta aktif mengenakan instrumen tariff barrier dan non-tariff barrier sebagai perlindungan industri TPT dalam negeri,” ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Reni Yanita, dilansir Editorial Indonesia.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu juga menambahkan bahwa pemerintah akan terus memantau dan memberikan solusi jangka panjang.

“Pemerintah terus memantau situasi ini dan memberikan solusi untuk mendorong pemulihan kinerja fundamental industri TPT dalam jangka panjang. Pemerintah secara konsisten mendudukkan upaya solutif tersebut dengan tetap mempertimbangkan dampak terhadap perekonomian secara keseluruhan,” ungkapnya pada Siaran Pers Badan Kebijakan Fiskal (08/08).

Kondisi industri tekstil Indonesia memang sedang dalam situasi yang mengkhawatirkan. Dengan meningkatnya impor tekstil dan stagnasi ekspor, industri ini menghadapi tantangan besar di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Pemerintah secara nyata dengan bekerja sama dari berbagai pihak untuk menjaga keberlanjutan industri tekstil nasional dan melindungi masa depan sektor ini. Tindakan ini diambil merupakan bentuk perwujudan masa depan industri tekstil Indonesia agar tidak semakin terancam, yang pada akhirnya akan berdampak pada perekonomian nasional dan kesejahteraan para pekerja yang bergantung pada sektor ini.

Baca Juga: Ditetapkan Pailit, Berikut Defisiensi Modal Sritex Sampai Utang ke 28 Bank

Penulis: Jannatul L. Mustain
Editor: Editor

Konten Terkait

Penghujung Tahun, Ekonomi Indonesia Tumbuh 1,50%

Perekonomian Indonesia menunjukkan performa yang positif pada triwulan III-2024 dengan pertumbuhan sebesar 1,50%.

BBM Naik Mulai November 2024: Simak Harga Baru untuk Wilayah Jakarta

Pertamina mengumumkan harga BBM non subsidi mengalami kenaikan pada November 2024, meskipun bulan Oktober lalu harga BBM baru saja turun.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook