Kematian pada bayi menjadi sebuah kasus yang kurang diperhatikan tetapi sangat fatal jika dibiarkan. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 2,3 juta bayi meninggal sepanjang tahun 2022.
Nilai mortalitas pada bayi paling tinggi terjadi di Afrika, sebanyak 27 dari 1.000 bayi meninggal di tahun yang sama. Namun, angka yang tinggi juga terjadi di wilayah Asia dengan mortalitas 21:1.000.
Indonesia juga mencatat jumlah kematian bayi tiap tahunnya. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka yang cenderung menurun pada kasus kematian bayi di Indonesia. Pada tahun 2018, kasus kematian bayi terjadi sebesar 18,6 kasus per 1.000 kelahiran.
Ini berarti, terdapat 18-19 dari 1.000 bayi yang meninggal sebelum berumur 12 bulan. Angka tersebut semakin menurun di tahun-tahun selanjutnya hingga tahun 2022 kasus kematian pada bayi menyentuh angka 16,9 yang menandakan terdapat sekitar 16-17 bayi meninggal di setiap 1.000 kasus kelahiran.
Kasus kematian mendadak pada bayi di Indonesia menjadi momok yang sangat menakutkan. Meski demikian, tidak semua kasus kematian bayi terjadi secara mendadak. Ada pula beberapa kasus kematian pada bayi yang diketahui penyebabnya.
Kasus kematian pada bayi sendiri dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu kasus kematian bayi saat proses persalinan, kematian pada usia 0-7 hari, kematian pada usia 8-28 hari, dan kematian pada usia 1-12 bulan.
Dilansir dari UNICEF, kematian pada bayi paling banyak disebabkan karena pneumonia (36%), penyakit bawaan (13%), dan diare (10%). Selain itu, ada beberapa faktor yang meningkatkan resiko kematian pada bayi, diantaranya kelahiran prematur, infeksi neonatal (infeksi di dalam tubuh bayi saat dilahirkan), Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan asfiksia atau kekurangan oksigen.
Menteri Kesehatan RI Budi Guna Sadikin menerangkan bahwa kematian paling banyak pada bayi di Indonesia disebabkan oleh kelahiran prematur. Kejadian ini didorong faktor tidak siapnya ibu untuk mengandung.
"Di Indonesia paling banyak (meninggal) karena prematur," ujar Budi pada Antara.
Angka kematian pada bayi menunjukkan adanya kekurangan dalam sistem pelayanan ibu dan bayi pasca persalinan. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Airlangga menemukan bahwa faktor utama penyebab kematian bayi adalah karena berat badan rendah dan kurangnya pastisipasi atau kunjungan perawatan baik sebelum maupun setelah melahirkan.
Kunjungan pasca persalinan ini biasanya disebut dengan kunjungan neonatal, yaitu kunjungan saat bayi baru lahir. Neonatal berasal dari kata 'neonatus' yang berarti fase awal kehidupan manusia. Kunjungan ini dilakukan selama tiga kali hingga bayi berumur hampir satu bulan.
Kementerian Kesehatan RI melalui Survey Kesehatan Indonesia Tahun 2023 melaporkan bahwa sebagian besar kunjungan neonatal hanya dilakukan pada neonatal pertama atau saat bayi berumur 6-48 jam.
Persentase kunjungan ini dilakukan hampir 87,6% ibu pasca melahirkan. Sementara itu, kunjungan neonatal kedua dan ketiga persentasenya menurun masing-masing di angka 67,9% dan 45%. Angka yang cukup memprihatinkan terutama pada kunjungan neonatal ketiga di mana pada bayi 8-28 bulan, hanya sekitar 45% dari mereka yang mengakses layanan kesehatan.
Untuk mencegah naiknya angka kematian bayi di Indonesia, perlu adanya edukasi lebih lanjut terkait kesehatan bayi terutama di masa krusial saat neonatal hingga tumbuh menjadi balita.
Selain ibu, ayah juga berperan besar dalam mencegah kematian pada bayi. Peran ayah untuk mendukung ibu secara fisik dan mental sangat diperlukan tidak hanya untuk mencegah kematian namun juga untuk mendukung pertumbuhan anak hingga dewasa.
WHO melaporkan bahwa seorang ibu pasca melahirkan yang teredukasi dengan pentingnya pemeriksaan kesehatan serta didampingi oleh profesional dan dukungan dari orang terdekat, memiliki resiko kehilangan bayi akibat kematian lebih rendah. Hal ini menunjukkan pentingnya support system pada ibu dan bayi yang baru lahir.
Baca juga: Jadi Penyebab Kematian Akibat Kanker Tertinggi Ke-3, Penderita Kanker Payudara Tembus 66 Ribu
Penulis: Nadhifa Aurellia Wirawan
Editor: Editor