2023 Menjadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah di Dunia

Suhu permukaan bumi global Juli 2023 capai 16,95 °C, mengalami kenaikan sebesar 1,5 °C dibandingkan rata-rata bulan Juli pada periode 1850-1900

2023 Menjadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah di Dunia Ilustrasi Kebakaran Hutan | unsplash.com/@mattpalmer

Tahun 2023 menjadi tahun terpanas dalam sejarah. Hasil analisis Copernicus Climate Change Service menyatakan bahwa suhu rata-rata global bulan Juli 2023 mengalami kenaikan 0,32°C dibandingkan bulan terpanas sebelumnya Juli 2019. Suhu bulan Juli 2023 diperkirakan naik sekitar 1,5°C dibandingkan rata-rata pada1850-1900.

Salah satu penyebab utama pemanasan global adalah emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida dan metana. Gas-gas ini terperangkap di atmosfer dan menyerap panas matahari, sehingga menyebabkan suhu bumi meningkat. Emisi gas rumah kaca meningkat pesat akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industri.

Akan terus mengalami kenaikan

171 negara di seluruh dunia telah menyepakati Perjanjian Paris tahun 2015 untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri dan mengupayakan untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri.

Kenaikan suhu global yang melebihi batas 1,5°C dalam jangka pendek memang tidak terasa. Namun, tren ini tetap mengkhawatirkan karena menunjukkan emisi gas rumah kaca terus meningkat, dan dapat menyebabkan suhu rata-rata global melampaui batas 1,5°C dalam jangka panjang.

Suhu di Indonesia

 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat November menjadi bulan terpanas di Indonesia sepanjang 2023. Suhu rata-rata nasional pada bulan November 2023 mencapai 27,8°C. 

Mengutip pernyataan dari CNBC Indonesia, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan penyebab utama cuaca di sejumlah wilayah Indonesia terasa sangat panas di tahun 2023. Menurutnya, ada 3 faktor utama penyebab cuaca panas di Indonesia semakin tinggi.

"Pertama, karena adanya anomali iklim El Nino yang dipengaruhi suhu muka permukaan laut pasifik di ekuator bagian timur yang berakibat pada minimnya pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia," ujarnya. 

"Kedua, akibat adanya anomali iklim di Indian Ocean Dipole (IOD) positif di wilayah Samudera Hindia di ekuator bagian barat. Ini juga menyebabkan minimnya pembentukan awan hujan di Indonesia," tambah Dwikorita.

Penyebab ketiga, cuaca panas dipengaruhi angin dari Australia yang lebih kering. Menyebabkan suhu di Indonesia semakin panas dan terasa menyengat.

"Angin dari Australia ini kering, mengakibatkan kelembaban semakin rendah. Jadi, sudah panasnya meningkat, kelembaban rendah, jadi terasa semakin menyengat," katanya.

Penulis: Annisa Rahayu
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

AI dan Masa Depan Dunia Kerja: Meningkatkan Efisiensi atau Menggantikan Pekerja?

AI dalam dunia kerja dinilai memiliki dampak signifikan. Apakah AI dapat meningkatkan produktivitas atau malah “menyingkirkan” pekerja?

Buku Sastra Sering Dipinjam di Perpustakaan Umum, Apakah Koleksinya Memadai?

Laporan Perpusnas 2023 menunjukkan adanya perbedaan porsi koleksi buku di perpustakaan umum dengan minat peminjam, terutama pada kategori Sastra dan Komputer.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook