Kesehatan mental menjadi program prioritas pemerintah dalam program kesehatan nasional. Program kesehatan mental merupakan suatu komponen krusial dalam pembangunan negara terutama bagi kaum generasi muda sebagai penerus bangsa yang akan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2020-2024 yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Republik Indonesia (Kemenkes RI).
Guna mendukung pemerintah, Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) dilakukan untuk pertama kalinya untuk mengukur tingkat kesehatan mental di kalangan remaja Indonesia.
I-NAMHS merupakan survei berskala nasional yang diselenggarakan melalui kolaborasi Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR) Universitas Gadjah Mada dengan University of Queensland (UQ) Australia, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health (JHSPH) Amerika Serikat. Selain Indonesia, terdapat dua negara lain yang melaksanakan program serupa, yaitu Kenya (K-NAMHS) dan Vietnam (V-NAMHS).
Target I-NAMHS adalah remaja berusia 10 hingga 17 tahun, menyasar seperlima dari total penduduk Indonesia yang merupakan remaja dan penelitian mengenai prevalensi gangguan mental di kalangan remaja Indonesia belum pernah dilakukan sebelumnya.
Hasil mengejutkan ditemukan pada hasil survei I-NAMHS, yang menyebutkan bahwa satu dari tiga remaja (34,9%) atau setara dengan 15,5 juta remaja Indonesia memiliki setidaknya satu masalah kesehatan mental. Masalah kesehatan mental ini merujuk pada depresi, kecemasan, stress pasca trauma, masalah perilaku, dan masalah terkait pemusatan perhatian dan/atau hiperaktivitas.
Kecemasan menjadi masalah kesehatan mental yang paling tinggi dialami remaja Indonesia, lebih tinggi pada perempuan (28,2%) dibandingkan pada remaja laki-laki (25,4%). Kemudian prevalensi hiperaktivitas atau masalah terkait pemusatan perhatian dialami lebih tinggi pada remaja laki-laki sebesar 12,3% dibanding remaja perempuan sebesar 8,8%. Sementara itu, remaja perempuan memiliki prevalensi tingkat depresi lebih tinggi sekitar 6,7% dibandingkan dengan remaja laki-laki (4,0%).
Lebih lanjut lagi, prevalensi masalah perilaku dialami lebih besar pada laki-laki (3,5%) dibanding perempuan (1,2%), lalu tingkat stres pasca-trauma prevalensinya lebih tinggi pada remaja perempuan sebesar 2,0% dibandingkan remaja laki-laki sebesar 1,7%.
I-NAMHS juga melaporkan prevalensi 64,7% remaja mengalami gangguan atau masalah pada hubungan dengan keluarga, termasuk dalam menghabiskan waktu bersama keluarga. Hal ini diikuti dengan prevalensi masalah pada teman sebaya sebesar 41,1% atau kesulitan untuk menghabiskan waktu bersama teman sebaya. Sekolah atau pekerjaan (39,3%) serta distres personal (27,2%) juga dialami oleh remaja berusia 10 hingga 17 tahun.
Data di atas menunjukkan bahwa kesehatan mental menjadi isu yang penting dan harus diperhatikan oleh pemerintah, mengingat masalah kesehatan mental dapat menghambat visi generasi Emas 2045. Diperlukan adanya upaya dan program pengendalian laju prevalensi masalah kesehatan mental pada remaja di Indonesia untuk menekan angka sekaligus menyejahterakan generasi yang akan datang.
Dalam laporannya, I-NAMHS merekomendasikan adanya upaya yang dapat mengatasi masalah kesehatam mental remaja khususnya gangguan kecemasan. Edukasi tentang bagaimana cara mencari pertolongan profesional kepada remaja dan keluarga juga diperlukan agar masalah kesehatan mental dapat teratasi oleh ahlinya.
Kemenkes RI melalui Maria Endang Sumiwi, MD, MPH selaku Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat berterima kasih kepada I-NAMHS atas kontribusinya dalam penelitian mengenai kesehatan mental di Indonesia. Ia berharap hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan dalam perancangan program-program terkait kesehatan mental di Indonesia.
"Data prevalensi ini menjadi titik awal dari pengembangan kebijakan, program serta penelitian lanjutan terkait gangguan mental serta kesejahteraan remaja di Indonesia yang lebih baik," lanjut Endang.
I-NAMHS diharapkan dapat terus dilakukan setiap tahunnya sebagai investasi jangka panjang Indonesia demi menciptakan generasi yang sejahtera.
Baca Juga: Angka Kasus Bunuh Diri di Indonesia Meningkat 60% dalam 5 Tahun Terakhir
Penulis: Nadhifa Aurellia Wirawan
Editor: Editor