Nama artis sekaligus selebriti tanah air, Raffi Ahmad, bertengger di posisi pertama trending topic dalam platform media sosial X pada Senin (30/09/2024). Penyebab utama dari hal tersebut adalah kabar bahwa Raffi Ahmad telah diberi gelar Doktor Honoris Causa di bidang Event Management and Global Digital Development oleh Universal Institute of Professional Management (UIPM), Thailand.
Dikutip dari Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 65 Tahun 2016 tentang gelar Doktor Kehormatan, gelar Doktor Honoris Causa merupakan gelar kehormatan yang diberikan dari perguruan tinggi yang mempunyai program doktor dengan predikat A atau unggul.
Gelar tersebut diberikan kepada seseorang yang layak memperoleh penghargaan karena jasanya yang luar biasa di bidang kemanusiaaan atau ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.
Dalam konteks Raffi Ahmad, ia digadang-gadang telah memberikan kontribusi yang luar biasa di industri hiburan yang telah digelutinya selama 23 tahun. Raffi Ahmad juga disebut memiliki peran aktif dalam pengembangan dunia digital di bidang kreatif.
Namun, prestasi ini malah menuai pro kontra di dunia maya. Pasalnya, sebagian warganet meragukan kredibilitas kampus yang memberikan gelar kepada Raffi tersebut. Dalam salah satu unggahan X, warganet mendatangi secara langsung alamat kampus tersebut di Thailand. Alih-alih gedung universitas, alamat kampus tersebut merujuk ke sebuah hotel.
Lantas, bagaimana pendapat masyarakat kepada seseorang yang diberi gelar kehormatan tanpa memiliki status sebagai seorang dosen atau akademisi?
Pendapat Masyarakat Tentang Gelar Guru Besar
Litbang Kompas telah melakukan pengumpulan jajak pendapat pada 22-24 Juli 2024 berkaitan dengan pandangan masyarakat mengenai kelayakan seseorang yang mendapat gelar profesor atau guru besar, tetapi tidak berprofesi sebagai akademisi atau dosen.
Survei dilakukan melalui wawancara telepon dengan melibatkan 530 responden yang berasal dari 38 provinsi di Indonesia. Adapun tingkat kepercayaan dalam survei ini adalah 95% dengan margin of error kurang lebih 4,32% dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Berdasarkan hasil survei tersebut, sebanyak 50,5% responden percaya bahwa pemberian gelar guru besar kepada seseorang yang bukan berprofesi sebagai profesor atau guru besar tidak layak dilakukan. Selanjutnya, terdapat 44,4% yang meyakini bahwa hal tersebut layak. Terakhir, terdapat 5,1% responden yang menjawab tidak tahu.
Baca Juga: 5 Jurusan Paling Diminati Mahasiswa di Indonesia, Manajemen Jadi Primadona
Polemik Guru Besar Juga Jadi Sebab Turunnya Akreditasi Kampus ULM
Selain isu Raffi, akhir-akhir ini juga sedang ramai isu mengenai turunnya akreditasi kampus Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dari A ke C. Salah satu penyebab turunnya akreditasi kampus tersebut adalah adanya upaya rekayasa syarat permohonan guru besar oleh beberapa oknum dalam kampus. Rekayasa tersebut salah satunya berkaitan dengan pengiriman artikel ilmiah ke jurnal predator. Namun, masalah tersebut sudah ditindaklanjuti oleh pihak internal kampus.
“Kami sudah terima suratnya dan kami tindak lanjuti saat ini dengan segera agar memulihkan status akreditasi itu, salah satunya membentuk tim Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT),” papar Wakil Rektor ULM, Iwan Aflanie, seperti yang dikutip dari Tempo.
Mengutip laman ULM, per Mei 2024, sudah terdapat 116 guru besar di ULM yang tersebar ke 11 fakultas.
Sementara itu, tiga fakultas yang memiliki jumlah guru besar paling sedikit adalah Fakultas Kedokteran Gigi sebanyak 2 orang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sebanyak 5 orang, serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis sebanyak 6 orang.
Pemberian gelar guru besar perlu senantiasa diperhatikan oleh semua pihak agar etika akademik dapat senantiasa terjaga.
Baca Juga: Tingkat Studi yang Paling Diminati Pelajar Indonesia di Luar Negeri
Penulis: Elvira Chandra Dewi Ari Nanda
Editor: Editor