Rokok elektrik atau biasa disebut dengan vape kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup anak muda, khususnya gen Z. Inovasi dalam bentuk dan rasa membuat produk ini lebih digemari ketimbang rokok konvensional. Di balik popularitasnya ini, timbul pertanyaan serius terkait dampaknya terhadap kesehatan.
Berdasarkan survei data publikasi Statista pada tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan persentase pengguna rokok elektrik tertinggi di dunia, yaitu sebesar 25%. Angka ini jauh melampaui Swiss (16%) dan Amerika Serikat (15%), dua negara yang dikenal memiliki regulasi ketat dan kampanye kesehatan publik yang masif.
Angka ini cukup mengejutkan mengingat pemerintah Indonesia masih dalam tahap menyusun regulasi menyeluruh mengenai produk tembakau alternatif. Ketiadaan pengawasan ketat dan akses mudah terhadap produk-produk vape kemungkinan menjadi penyebab utama melonjaknya angka penggunaan.
“Anak muda yang kecanduan merupakan keuntungan seumur hidup bagi industri ini. “Itulah mengapa industri ini secara agresif melakukan lobi untuk menciptakan lingkungan yang membuatnya murah, menarik, dan mudah bagi kaum muda untuk ketagihan. Jika para pembuat kebijakan tidak bertindak, generasi saat ini dan yang akan datang mungkin akan menghadapi gelombang bahaya baru, yang ditandai dengan kecanduan dan penggunaan berbagai produk tembakau dan nikotin, termasuk rokok,” ujar Direktur STOP di Vital Strategies Jorge Alday, Rabu (26/2024), mengutip laman Sehat Negeriku.
Menurut data Kementerian Kesehatan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (Kemenkes) melalui Survei Kesehatan Indonesia 2023, DI Yogyakarta mencatatkan persentase pengguna rokok elektrik tertinggi di Indonesia, yakni sebesar 9,6% dari total penduduk usia di atas lima tahun. Disusul oleh Bali 8,5%, Kalimantan Timur 8,1%, dan DKI Jakarta 6,3%.
Fenomena ini menunjukkan bahwa tren penggunaan vape tidak merata, melainkan lebih dominan di daerah dengan urbanisasi tinggi. Kemudahan akses, gaya hidup perkotaan, dan pengaruh media sosial mempercepat penyebarannya.
Ancaman Kesehatan dan Minimnya Regulasi
Meski rokok elektrik sering dianggap lebih “aman” dibanding rokok konvensional, rokok elektrik tetap membawa risiko kesehatan serius. Menurut WHO, nikotin dalam vape dapat mengganggu perkembangan otak remaja dan meningkatkan risiko ketergantungan.
“Merokok elektrik itu sama bahayanya dengan merokok konvensional. Tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, dua-duanya sama bahayanya baik itu sekarang dari segi sosial ekonomi maupun untuk masa depan masalah penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas merokok elektrik,” ujar Dante Saksono Harbuwono Wakil Menteri Kesehatan dalam keterangan pers Peluncuran Data Survei Global Penggunaan Tembakau Pada Masyarakat Indonesia Tahun 2021 (GATS 2021), Selasa (31/5/2022).
Sayangnya, masih belum ada regulasi komprehensif yang mengatur penjualan, promosi, dan distribusi produk vape di Indonesia. Hal ini memperburuk situasi di mana anak muda mudah terpapar dan terdorong untuk mencoba.
Tantangan Regulasi dan Edukasi
Lonjakan konsumsi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan lembaga kesehatan di Indonesia. Perlu adanya regulasi yang lebih ketat mengenai penjualan dan promosi produk rokok elektrik, khususnya yang menyasar anak muda. Selain itu, pendekatan edukatif lewat sekolah, kampus, dan media sosial harus diperkuat untuk menyampaikan informasi yang berimbang mengenai bahaya penggunaan nikotin modern.
Dengan data yang terus menunjukkan peningkatan, sudah saatnya masyarakat dan pemerintah serius mengkaji dampak jangka panjang dari tren konsumsi ini. Gen Z adalah generasi masa depan dan mereka berhak mendapatkan lingkungan yang sehat dan bebas dari jebakan adiksi baru yang dibungkus dengan gaya hidup.
Penulis: Angel Gavrila
Editor: Editor