Pasca pelantikan Kabinet Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono tercatat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-16 di Kota Kazan, Rusia yang diadakan selama 3 hari sejak Selasa (22/10). Tujuan dari kehadirannya adalah untuk mengutarakan keinginan Indonesia untuk bergabung ke blok ekonomi tersebut.
"Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif, bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum. Kita juga melihat prioritas BRICS selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih, antara lain terkait ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan ataupun pemajuan sumber daya manusia," ujar Menlu Sugiono dilansir VOA.
Selain itu, lewat BRICS, Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau Global South. Antara lain dengan menegakkan hak atas pembangunan berkelanjutan, di mana negara-negara berkembang membutuhkan ruang kebijakan, sementara negara maju harus memenuhi komitmen mereka.
“Bergabung dengan BRICS tidak berarti Indonesia memihak, tetapi memperkuat posisinya sebagai jembatan antara negara maju dan berkembang, dengan komitmen untuk meningkatkan ketahanan pangan, ketahanan energi, dan pengurangan kemiskinan di negara-negara Selatan. Indonesia tetap aktif dalam berbagai forum, termasuk G20 dan G7," tulis akun X Kemlu RI.
Lonjakan PDB BRICS 16 Tahun Terakhir
BRICS awalnya hanya beranggotakan Brasil, Rusia, India, dan China pada tahun 2009, kemudian bertambah Afrika Selatan pada tahun 2010. Pada awal tahun 2024, BRICS menambah empat negara sebagai anggota resminya, yakni Republik Iran, Mesir, Ethiopia, dan Perserikatan Emirat Arab.
BRICS dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi, politik, dan budaya di antara negara-negara anggota. BRICS memberikan alternatif pada tata ekonomi global yang lebih adil dan inklusif, terutama untuk negara-negara berkembang.
Beberapa negara pendiri BRICS memiliki kekuatan ekonomi yang besar, di mana ekonomi mereka dibangun secara bertahap. Namun, negara-negara tersebut belum memiliki pengaruh yang kuat seperti negara maju, contohnya Amerika Serikat dibandingkan dengan China yang seiring berjalannya waktu, pengaruh mereka mulai setara.
Menurut data International Monetary Fund (IMF), China memiliki kekuatan ekonomi yang kuat, dibuktikan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) selama 16 tahun terakhir ini yang terus meningkat secara tajam hingga 290%. Pada tahun 2008, PDB China mencapai US$4,5 miliar. Sedangkan pada tahun 2023, PDB China sudah mencapai US$17,8 miliar.
Negara kedua di BRICS yang mencatat kenaikan signifikan selama 16 tahun terakhir adalah India. Kenaikan PDB-nya mencapai 191%. Pada tahun 2008, PDB India sebesar US$1,2 miliar. Sedangkan pada tahun 2023, PDB India mencapai US$3,5 miliar.
Selanjutnya disusul oleh Rusia, dengan kenaikan 27%. Meskipun mengalami fluktuasi yang dilatarbelakangi rentetan aksi embargo oleh negara-negara barat, PDB Rusia tetap tumbuh lebih tinggi daripada Brasil dan Afrika Selatan.
PDB total negara BRICS pada tahun 2023 adalah US$25,8 miliar. Nilai tersebut merupakan seperempat dari PDB Global 2023 atau sebesar 24,5%. PDB akumulatif negara BRICS, sudah menunjukkan kenaikan setiap tahunnya dan diproyeksikan akan terus meningkat, mengingat sejak KTT ke-16 BRICS, banyak negara lain yang ingin bergabung.
Baca Juga: Indonesia Resmi "Mau" Gabung BRICS, Apa Tujuan Strategisnya?
Penulis: Alim Mauludi Ramanda
Editor: Editor