Mayoritas Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Kesehatan Dilakukan oleh Dokter

Komnas Perempuan mengungkapkan sekitar 9 dari 15 kasus kekerasan seksual di fasilitas kesehatan dalam 2020-2024 melibatkan dokter sebagai pelaku.

Mayoritas Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Kesehatan Dilakukan oleh Dokter Ilustrasi Tenaga Medis Melakukan Kekerasan Seksual | Getty Images
Ukuran Fon:

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui wawancara dengan Kompas pada 20 April 2025, mengungkapkan bahwa sekitar 9 dari 15 kasus kekerasan seksual di fasilitas kesehatan yang tercatat dalam 2020-2024 melibatkan dokter sebagai pelaku.

Pelaku Kekerasan Seksual di Fasilitas Kesehatan
Pelaku Kekerasan Seksual di Fasilitas Kesehatan | GoodStats

Dalam 5 tahun terakhir, Komnas Perempuan mencatat bahwa 9 dari 15 kasus kekerasan seksual di fasilitas kesehatan melibatkan dokter sebagai pelaku, dengan jenis kekerasan yang dilakukan bervariasi, mulai dari pelecehan seksual hingga perkosaan. Selain itu, ada pula kasus kekerasan seksual yang melibatkan terapis dan perawat, yang turut menyumbang 6 kasus lainnya.

Baca Juga: Banyak Wanita Masih Mengalami Diskriminasi dan Pelecehan di Tempat Kerja

Beberapa Kasus yang Dilakukan

Profesi Pelaku Kekerasan Seksual
Profesi Pelaku Kekerasan Seksual | GoodStats

Dalam satu tahun terakhir, dalam Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2024, sebanyak 3.197 pelaku kekerasan seksual berasal dari berbagai profesi non-kesehatan, mencakup sekitar 92,91% dari total pelaku. Sementara itu, hanya 7,09% pelaku kekerasan seksual yang berasal dari kalangan profesi yang seharusnya memberi contoh moral tinggi, seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), guru, dosen, Aparat Penegak Hukum (APH), pemerintah, polisi, TNI, tenaga medis/kesehatan, pejabat publik/negara, dan tokoh agama, yang jumlahnya tercatat sebanyak 244 orang.

Salah satu kasus yang mencuat adalah kejadian di Rumah Sakit Persada Kota Malang pada September 2022, di mana seorang pasien mengaku dilecehkan oleh Dokter IGD saat menjalani rawat inap. Setelah investigasi internal, pihak rumah sakit memutuskan untuk menonaktifkan dokter tersebut. Namun, dokter IGD tersebut tetap membantah tuduhan dan mengklaim bahwa tindakan yang dilakukannya adalah prosedur pemeriksaan yang sah. Meski begitu, rumah sakit mengakui adanya pelanggaran SOP karena pemeriksaan yang dilakukan dokter tidak didampingi oleh perawat.

Kasus serupa kembali terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2025, di mana seorang dokter anestesi residen (program pendidikan dokter spesialis) melakukan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien. Kasus ini membuka mata masyarakat tentang tingginya tingkat pelecehan seksual di fasilitas kesehatan, di mana pelaku adalah tenaga medis terlatih yang seharusnya menjaga kepercayaan pasien.

Menurut Dahlia Madani, Komisioner Komnas Perempuan, kasus-kasus kekerasan seksual di fasilitas kesehatan sering kali tidak dilaporkan dengan segera. Faktor-faktor seperti trauma, rasa takut, dan kekhawatiran akan pandangan masyarakat membuat korban enggan untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya. Oleh karena itu, Komnas Perempuan menekankan pentingnya perlindungan dan dukungan psikologis bagi korban agar mereka merasa aman untuk melapor.

Pencegahan dan Perlindungan yang Masih Minim

Dahlia Madani juga menyoroti bahwa banyak fasilitas kesehatan yang belum memiliki langkah-langkah pencegahan yang memadai untuk menghindari kekerasan seksual. Meskipun beberapa rumah sakit sudah mulai menambah fasilitas seperti poster edukasi tentang kekerasan seksual dan jalur pelaporan untuk korban, hal ini masih sangat minim. Untuk itu, Komnas Perempuan mendesak Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan koordinasi dengan lembaga terkait dalam membangun zona bebas kekerasan seksual di seluruh fasilitas kesehatan.

“Pencegahan di fasilitas kesehatan harus dimulai dengan edukasi bagi pasien, tenaga kesehatan, dan pegawai rumah sakit,” ujar Dahlia. Ia juga mengusulkan pentingnya penerapan prosedur operasional standar (SOP) yang ketat, seperti keharusan adanya pendampingan perawat ketika dokter melakukan prosedur medis yang melibatkan pasien.

Komnas Perempuan juga menekankan perlunya pembangunan infrastruktur yang mendukung pencegahan, seperti pengawasan CCTV di area yang rawan dan pemberian informasi jelas kepada pasien tentang hak-hak mereka untuk merasa aman selama menjalani perawatan. Sayangnya, meski sudah ada upaya pencegahan, hal ini belum maksimal di seluruh fasilitas kesehatan.

Tanggung Jawab Bersama

Menyikapi kekerasan seksual yang dilakukan oleh tenaga medis, Komnas Perempuan mengingatkan bahwa fasilitas kesehatan tidak boleh mengabaikan tanggung jawab mereka dalam menangani kasus kekerasan seksual. Pihak rumah sakit harus terbuka untuk bekerja sama dalam memberikan bukti dan mendukung proses hukum, yang harus berjalan tanpa intervensi atau upaya menutupi kasus untuk menjaga nama baik institusi.

Komnas Perempuan juga mengajak organisasi profesi tenaga kesehatan untuk mengembangkan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang lebih komprehensif.

"Fasilitas kesehatan adalah garda terdepan dalam menangani korban kekerasan, dan tidak seharusnya justru menjadi tempat terjadinya kekerasan itu sendiri,” tegas Dahlia lewat siaran pers, Sabtu (12/4).

Selain itu, Komnas Perempuan menyoroti pentingnya dukungan kepada korban dalam bentuk konseling dan perlindungan selama proses hukum berlangsung. Penanganan kekerasan seksual harus dilakukan secara holistik, yang mencakup pencegahan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak korban.

Rekomendasi Komnas Perempuan

Komnas Perempuan merekomendasikan agar seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia membangun kebijakan ‘Zona Tanpa Toleransi’ terhadap kekerasan seksual. Kebijakan ini harus diterapkan secara menyeluruh, dimulai dari pencegahan, penanganan kasus, hingga dukungan bagi korban.

Lebih lanjut, Komnas Perempuan mendorong Kementerian Kesehatan untuk lebih giat melakukan sosialisasi tentang pentingnya membangun zona bebas kekerasan seksual di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.

“Penyelesaian kasus kekerasan seksual tidak hanya melibatkan penegakan hukum, tetapi juga melibatkan pendidikan dan pencegahan yang intensif di seluruh fasilitas kesehatan,” kata Dahlia.

Sebagai langkah selanjutnya, Komnas Perempuan akan terus memantau perkembangan kasus-kasus kekerasan seksual di fasilitas kesehatan dan memastikan bahwa korban mendapatkan hak-haknya sesuai dengan amanat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Baca Juga: Konten Pelecehan Seksual Anak Indonesia Terus Meningkat

Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor

Konten Terkait

70% Publik Masih Belum Tahu Pemerintah Bahas RUU KUHAP

Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengeluarkan survei terkait RUU KUHAP, 70,3% publik yang mengaku tidak mengetahui mengenai proses revisi tersebut.

Ribuan Warga RI Jadi Korban Kasus TPPO Tiap Tahunnya

Kasus TPPO marak dijumpai di Indonesia, apa yang harus dilakukan?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook