Kasus Kekerasan Perempuan di Indonesia Didominasi Ranah Personal

Kasus kekerasan perempuan di Indonesia masih didominasi kekerasan ranah personal, dengan kekerasan oleh mantan pacar menjadi yang tertinggi

Kasus Kekerasan Perempuan di Indonesia Didominasi Ranah Personal Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan | Tiko Aramyan/Shutterstock

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat terjadi 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2022. Angka tersebut sebenarnya mengalami penurunan dari tahun 2021, dimana terjadi 459.094 kasus kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan turut mengungkapkan, pihak mereka menerima pengaduan sebanyak 17 kasus per hari, naik 2 kali lipat dari tahun 2020. Apabila ditelaah lebih lanjut, mayoritas kasus kekerasan terhadap perempuan didominasi oleh kekerasan personal.

Kekerasan ranah personal di tahun 2022 telah mencapai 2.098 kasus, di mana yang paling banyak terjadi disebabkan oleh mantan pacar, yakni sebanyak 713 kasus. Selain itu, kasus kekerasan terhadap istri juga tercatat cukup tinggi, dengan total 622 kasus. Kasus kekerasan dalam hubungan berpacaran terjadi sebanyak 422 kali, dan kasus kekerasan terhadap anak perempuan dalam keluarga sebanyak 140 kasus.

Bentuk KDRT lain, seperti kekerasan yang diakibatkan oleh menantu, sepupu, kakak atau adik ipar, atau kerabat lain, menghimpun sebanyak 111 kasus. Terakhir, kekerasan yang disebabkan oleh mantan suami tercatat sebanyak 90 kasus.

Kasus kekerasan terhadap perempuan harus segera ditindaklanjuti dengan tegas. Pelaku yang nampak tidak kapok membuat kasus kekerasan terhadap wanita, baik dalam ranah personal maupun publik, terus meningkat angkanya. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi, mengakibatkan kini kekerasan terhadap perempuan juga dapat berlangsung dalam ruang daring (online). Komnas Perempuan menerima 1.697 laporan kekerasan seksual terhadap perempuan yang berlangsung dalam ruang daring. Lagi-lagi, pelakunya mayoritas adalah orang yang dekat dengan korban.

Kekerasan terhadap perempuan umumnya didorong oleh faktor ekonomi, pendidikan, gaya hidup, kematangan emosional, hingga eksistensi diri. Masalah-masalah sosial yang menumpuk sering kali membuat seseorang justru meluapkannya dalam bentuk kekerasan terhadap wanita. Mengingat kebanyakan kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam ranah personal dan dilakukan oleh orang-orang terdekat, setiap orang kini harus berhati-hati sebelum menjalin komitmen dengan pasangan.

Masalah kesetaraan gender yang seolah kurang dipromosikan di Indonesia juga menjadi penyebab mengapa kekerasan terhadap perempuan tak kunjung membaik. Laki-laki adalah kepala keluarga, mereka yang bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Namun sayang, kewajiban tersebut sering membuat ego laki-laki membengkak, membuatnya menganggap diri lebih tinggi, lebih baik, dan bahkan lebih penting dibanding perempuan. Menyuarakan kesetaraan gender sejatinya dapat menjadi salah satu jawaban mengurangi kekerasan terhadap perempuan dan melahirkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas untuk masa mendatang.

Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

9 Calon Gubernur Preferensi Warga Jakarta: Anies Masih Nomor 1

Terdapat 9 nama yang diisukan akan bersaing di Pilkada Jakarta 2024. Apa saja yang menjadi faktor nama tersebut dipilih oleh masyarakat?

Aksi Boikot Produk Terafiliasi Israel: Mengupasnya dari Perspektif Sosiologi & Branding

77,2% orang Indonesia saat ini melakukan boikot terhadap produk terafiliasi Israel. Bagaimana sosiolog dan praktisi branding memandang hal ini?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook