Jabatan Tinggi Lebih Banyak Diduduki Perempuan Berstatus Cerai, Apa Penyebabnya?

Perempuan Indonesia dengan status cerai miliki proporsi terbanyak untuk menduduki jabatan tinggi dibandingkan perempuan dengan status pernikahan lainnya

Jabatan Tinggi Lebih Banyak Diduduki Perempuan Berstatus Cerai, Apa Penyebabnya? Ilustrasi Manajer Perempuan | Unsplash

Ketidaksetaraan gender masih menjadi masalah di Indonesia terutama dalam hal pekerjaan. Perempuan menghadapi lebih banyak tantangan dalam mendaki tangga karir dibandingkan dengan laki-laki.

Melansir dari BPS, distribusi jabatan manajer menurut jenis kelamin tidak merata antar gender sejak tahun 2016-2023 dimana persentase laki-laki yang memegang jabatan tinggi sebagai pemimpin selalu lebih banyak daripada perempuan. Selain dari segi gender, perempuan juga mengalami tantangan dalam pengembangan karir akibat dari status pernikahannya.

Proporsi Perempuan di Posisi Manajerial Menurut Status Perkawinan, BPS 2023. Perempuan berstatus cerai memiliki proporsi lebih tinggi dibandingkan perempuan berstatus belum kawin dan kawin
Proporsi perempuan yang menduduki jabatan manajerial di Indonesia | Goodstats

Per tahun 2023, hanya 30,45% perempuan yang berstatus kawin atau dalam status pernikahan yang menempati posisi manajerial. Proporsi ini lebih rendah dari perempuan berstatus belum kawin atau belum menikah, cerai hidup, dan cerai mati. Perempuan berstatus cerai mati memiliki proporsi lebih besar dalam menempati posisi manajerial, yaitu 76,92%.

Hanya 38,95% perempuan berstatus belum pernah kawin menduduki posisi manajerial, sementara 66,38% perempuan berstatus cerai hidup berhasil berada di posisi manajerial walaupun keduanya kurang lebih berada dalam status sama yaitu tidak sedang berada dalam ikatan pernikahan.

Pengaruh Anggapan Sosial Tentang Gender

Dalam hal pendapatan, perempuan yang sudah menikah jelas menghadapi apa yang disebut sebagai kesenjangan pendapatan. Melansir dar CNBC, laki-laki yang sudah menikah memiliki pendapatan lebih besar dibandingkan laki-laki lajang, perempuan lajang, dan perempuan yang sudah menikah.

Ini bukan berarti dengan menikah laki-laki otomatis mendapatkan pendapatan besar, namun karena laki-laki dengan pendapatan lebih tinggi cenderung untuk menikah sehingga laki-laki yang sudah menikah rata-rata memiliki pendapatan lebih besar dari laki-laki lajang.

Perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak dianggap kurang kompeten dan berdedikasi dalam pekerjaan karena fokusnya terbagi antara mengurus keluarga dan mengejar karir. Hal sebaliknya justru terjadi pada laki-laki, dimana laki-laki yang sudah menikah dan memiliki anak dianggap lebih layak, dewasa, serta lebih pantas untuk mendapatkan promosi.

Dalam keterangan dari World Economic Forum, di perusahaan yang menuntut jam kerja panjang, kontinuitas, dan fleksibilitas, para pemberi kerja mengasosiasikan peran sebagai ibu dengan motivasi dan komitmen untuk bekerja yang lebih rendah, serta keengganan untuk bekerja keras.

Sementara laki-laki yang sudah menjadi ayah dianggap sebagai individu yang paling termotivasi, berdedikasi, pekerja keras, dapat diandalkan, serta loyal sehingga mereka berkesempatan lebih besar untuk menunjukkan kemampuan mereka, menerima penghargaan yang lebih besar, serta menerima lebih sedikit pengawasan atas kinerja yang buruk.

Norma sosial umumnya beranggapan bahwa laki-laki yang seharusnya menjadi penyokong ekonomi keluarga dan menjadi sumber pendapatan terbesar dan utama dalam rumah tangga. Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) menambahkan bahwa norma yang beranggapan bahwa perempuan tidak seharusnya memiliki pendapatan lebih tinggi dari laki-laki menyebabkan perempuan berstatus sudah menikah dan memiliki jenjang karir tinggi sering disalahkan jika rumah tangganya tidak harmonis yang dapat berujung pada kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian.

Baca Juga: Perselisihan dan Pertengkaran Jadi Faktor Utama Perceraian di Indonesia

Penulis: Shofiyah Rahmatillah
Editor: Editor

Konten Terkait

Jelang Pilkada 2024, Isu Ekonomi Jadi Perhatian Utama Warga Jabar

Tidak hanya itu, mayoritas warga Jawa Barat menginginkan pemimpin yang mendengarkan rakyat dan memperjuangkan kepentingannya.

Program Sekolah Gratis 2025, Solusi Pendidikan Inklusif dari Pemprov dan DPRD DKI Jakarta

Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan DPRD DKI Jakarta mencanangkan program sekolah gratis untuk dapat membantu pendidikan masyarakat kurang mampu.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook