Cryptocurrency atau kripto adalah mata uang digital yang menggunakan teknologi kriptografi untuk memastikan keamanan transaksi, mengontrol pembuatan unit baru, dan memverifikasi transfer aset.
Tidak seperti mata uang tradisional yang dikelola oleh pemerintah atau bank sentral, kripto beroperasi secara desentralisasi melalui teknologi blockchain, yang memberikan transparansi dan jaminan keamanan yang tinggi.
Namun, adopsi kripto di setiap negara masih berbeda-beda. Beberapa negara telah menerima kripto dengan tangan terbuka, sementara yang lain masih ragu atau bahkan melarang penggunaannya.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari regulasi pemerintah, infrastruktur teknologi, hingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan digital.
Regulasi pemerintah menjadi faktor utama yang memengaruhi adopsi kripto. Negara-negara dengan regulasi yang jelas dan mendukung inovasi cenderung lebih cepat mengadopsi kripto.
Sebaliknya, ketidakpastian regulasi atau kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kripto dapat memperlambat proses adopsi. Selain itu, akses dan pemahaman terhadap teknologi seperti blockchain juga menjadi faktor penting.
Infrastruktur teknologi yang belum memadai juga dapat menghambat penggunaan kripto, terutama di negara-negara yang masih dalam tahap pengembangan digital.
Faktor lainnya adalah persepsi publik terhadap keamanan dan stabilitas kripto. Masyarakat yang lebih percaya pada sistem keuangan tradisional cenderung lebih lambat mengadopsi kripto, terutama jika ada ketakutan akan volatilitas harga atau potensi penipuan.
Sebaliknya, di negara-negara dengan inflasi tinggi atau ekonomi yang tidak stabil, kripto sering dilihat sebagai alternatif yang menarik.
Dalam laporan Chainalysis yang menunjukkan indeks adopsi kripto 2024 di Asia Tenggara, Indonesia mencatatkan skor tertinggi dengan indeks 0,68.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah mengadopsi kripto secara signifikan, berkat tingginya minat masyarakat terhadap teknologi keuangan baru dan regulasi yang cukup mendukung.
Selain itu, populasi yang besar dan penetrasi internet yang semakin meluas turut mendorong peningkatan adopsi kripto di negara ini.
Sementara itu, Vietnam menyusul dengan skor 0,511. Negara ini dikenal sebagai salah satu pusat pengembangan teknologi di kawasan ASEAN, dan adopsi kripto yang tinggi mencerminkan ekosistem startup yang berkembang pesat.
Filipina, dengan indeks 0,28, mencerminkan adopsi yang moderat. Sedangkan Thailand mencatat skor 0,164, yang menunjukkan adopsi kripto yang lebih lambat dibandingkan negara-negara tetangga.
Regulasi yang lebih ketat dan sikap hati-hati pemerintah terhadap aset digital menjadi salah satu alasan lambatnya adopsi ini.
Kamboja dengan skor 0,156 juga menunjukkan adopsi kripto yang relatif rendah. Di sisi lain, Malaysia mencatatkan skor 0,04, yang menggambarkan bahwa adopsi kripto di negara ini masih sangat terbatas.
Pemerintah Malaysia telah mengambil sikap hati-hati dengan mengeluarkan regulasi ketat terkait penggunaan kripto. Selain itu, kripto belum menjadi pilihan populer di kalangan masyarakat luas karena preferensi terhadap sistem keuangan tradisional yang stabil.
Singapura, meskipun dikenal sebagai salah satu pusat keuangan global, memiliki indeks adopsi kripto yang rendah di angka 0,021.
Hal ini disebabkan oleh regulasi ketat serta perhatian lebih besar terhadap pengawasan keuangan untuk mencegah pencucian uang melalui kripto. Namun, di kalangan investor institusional, kripto tetap menjadi pilihan investasi yang menarik.
Myanmar dan Laos berada di posisi paling bawah dengan indeks masing-masing 0,018 dan 0,015. Adopsi kripto di kedua negara ini masih sangat minim. Hal ini disebabkan oleh ketidakstabilan ekonomi dan politik yang menghambat perkembangan teknologi baru.
Keterbatasan infrastruktur teknologi juga menjadi salah satu tantangan utama dalam mengembangkan ekosistem kripto di kawasan tersebut.
Dari data di atas, terlihat jelas bahwa adopsi kripto di Asia Tenggara bervariasi secara signifikan.
Baca Juga: 5 Negara Tercuan di Kripto Tahun 2023, Indonesia Masuk?
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor