Pemerintah Indonesia kembali membuka jalan ekspor pasir laut setelah 20 tahun ditutup. Kebijakan ini tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dua peraturan Menteri Perdagangan juga menguatkan kebijakan ini.
Pro dan kontra timbul setelah kebijakan ini dikeluarkan. Ekspor pasir laut dikhawatirkan akan membahayakan ekosistem sekaligus berdampak pada kehidupan ekonomi sosial masyarakat.
Merespon hal tersebut, Presiden Joko Widodo justru menegaskan bahwa yang akan diekspor Indonesia adalah sedimen, bukan pasir laut. Sedimen disebutnya mengganggu jalur kapal, sehingga tidak masalah jika dikeruk dan diekspor.
Sedimen merupakan endapan material seperti batu, tanah, sisa organisme makhluk hidup, atau hasil aktivitas vulkanik di laut. Sementara pasir laut adalah hasil erosi dari batuan dan mineral di wilayah laut. Oleh karena itu, pemerintah menekankan pengambilan sedimen hanya dilakukan di jalur kapal.
Akan tetapi, Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 menyebut bahwa pasir laut termasuk dalam sedimen laut yang dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan yang dimaksud adalah untuk reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku olahraga, serta ekspor jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi dan sesuai perundang-undangan.
Untuk melakukan ekspor sedimen laut, pelaku usaha harus mendapatkan izin dari Kementerian Perdagangan.
Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo, menyebut bahwa banyak yang berminat pada pasir laut Indonesia.
“Ya kalau itu kan banyak negara yang minat, tapi tergantung permintaan,” tutur Victor di Komplek DPR, (1/9), dilansir dari CNN Indonesia.
Mana Saja Negara yang Jadi Tujuannya?
Tulisan Reuters menyebut, awalnya Indonesia mengekspor pasir laut ke Singapura. Namun, kegiatan ekspor tersebut mulai dihentikan pada 2003. Sekitar 53 juta ton pasir laut per tahun diekspor ke Singapura dalam rentang 1997 sampai 2002.
Oleh karena itu, dibukanya kembali keran ekspor pasir laut dinilai akan membuka keuntungan bagi Singapura.
Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura dilaporkan sedang merencanakan tahap ketiga pembangunan Pelabuhan Tuas, yang melalui proses reklamasi. Rencananya, proyek reklamasi ini akan selesai pada 2030-an.
Sementara itu, negara eksportir pasir alam terbesar di dunia di antaranya adalah Amerika Serikat dengan 25,9%; Australia dengan 11,4%; Belanda dengan 8,2%; Jerman dengan 6,66%; dan Belgia dengan 5,78%.
Baca Juga: Ekspor Gas Alam Indonesia Turun, Terendah di 2023
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor