Fenomena Pekerja Anak Akibat Kemiskinan, Bagaimana Kondisi di Indonesia?

Jumlah pekerja anak di dunia mencapai 160 juta orang, sedangkan di Indonesia sekitar 1 juta orang. Pekerja anak terbanyak ada di wilayah Afrika.

Fenomena Pekerja Anak Akibat Kemiskinan, Bagaimana Kondisi di Indonesia? Ilustrasi pekerja anak │Jcomp/Freepik

Kemiskinan menjadi salah satu tantangan suatu negara. Kemiskinan struktural dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk angka harapan hidup, akses kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan struktural sulit diubah apalagi jika suatu negara tergolong sebagai negara miskin.

Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) mengklasifikasikan suatu negara disebut sebagai negara miskin berdasarkan kegiatan ekonomi dan jumlah industri yang dapat memengaruhi pendapatan per kapita. Negara dapat dikatakan sebagai negara miskin jika pendapatan per kapita negara berada di angka 975 dolar AS atau Rp14 juta per tahun.

Dengan pendapatan tersebut, negara miskin memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah. IPM terdiri dari tiga kriteria, yakni kesehatan, pendidikan, dan kehidupan yang layak. Di sektor pendidikan, rata-rata lama sekolah masyarakat di negara miskin kurang dari 10 tahun. Sebagian besar masyarakat memilih untuk langsung bekerja. Oleh karena itu, tingkat pekerja anak di negara miskin tergolong tinggi.

Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengungkapkan, jumlah pekerja anak di seluruh dunia mengalami kenaikan pada 2020. Pada tahun tersebut, angka pekerja usia anak (5-17 tahun) di wilayah global mencapai 160 juta pekerja. Sebelumnya, jumlah pekerja anak pada 2016 sebesar 152 juta pekerja.

Jumlah pekerja anak terbesar tercatat di Afrika. Hampir seperempat anak di wilayah tersebut yang berusia 5-11 tahun sudah bekerja. Artinya, 1 dari 4 anak di Afrika menjadi pekerja anak.

Data dari UNICEF menunjukkan, persentase jumlah pekerja anak di masing-masing wilayah Afrika Barat dan Tengah, Afrika Sub-Sahara, serta Afrika Timur dan Selatan sebanyak 26%. Sisanya, negara-negara miskin di wilayah lain menyumbang pekerja anak sebesar 22%.

Selain benua Afrika dengan total persentase pekerja anak yang mencapai 75%, wilayah Asia juga memiliki pekerja anak yang cukup tinggi, yakni 18%. Sisanya, 7% pekerja anak berasal dari wilayah Amerika Latin.

Alasan benua Afrika memiliki tingkat pekerja anak yang cukup tinggi ialah karena mayoritas negara miskin berasal dari benua tersebut. Beberapa negara tersebut diantaranya Burundi, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, dan Somalia.

Sementara itu, ILO mencatat lebih dari setengah populasi atau 16 juta dari 30 juta pekerja di Asia Selatan termasuk kategori pekerja anak pada 2014. Jumlah pekerja anak terbanyak berada di negara India (5,8 juta), Bangladesh (5,0 juta), Pakistan (3,4 juta), dan Nepal (2,0 juta). Hal ini menyebabkan wilayah Asia dan Pasifik memiliki jumlah pekerja anak tertinggi di tahun tersebut.

Lantas, Bagaimana Kondisi Anak di Indonesia?

Meskipun Amerika Serikat telah menobatkan Indonesia sebagai negara maju pada 2020, beberapa kriteria, seperti tingkat pendapatan per kapita, kualitas pendidikan, tingkat pengangguran, dan IPM belum terpenuhi. Oleh karena itu, fenomena pekerja anak masih terjadi di Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) melaporkan, jumlah pekerja anak di Indonesia mencapai 1,01 juta orang pada 2022. Jumlah tersebut setara dengan 1,74% dari total anak Indonesia.

Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah pekerja anak pada 2022 mengalami penurunan sebanyak 0,4 juta orang. Meski demikian, rekor jumlah pekerja anak paling sedikit selama 6 tahun berturut-turut berada pada tahun 2019. Jumlahnya tidak mencapai 1 juta anak.

Sementara itu, tahun 2020 menjadi tahun dengan jumlah pekerja anak terbanyak. Sebanyak 2,3% atau setara 1,33 anak sudah bekerja. Tidak semua pekerja anak merupakan anak yang putus sekolah. BPS mengungkapkan, meskipun mayoritas atau sekitar 16,32% pekerja anak sudah tidak bersekolah, sebanyak 1,31% pekerja anak berstatus masih sekolah.

Laki-laki mendominasi persentase pekerja anak baik di Indonesia maupun global. Merujuk data dari Data Indonesia, sebagian besar anak di Indonesia bekerja di sektor jasa, pertanian, dan industri.

Pekerja anak di sektor jasa mencapai 57,51%, sedangkan persentase pekerjaan di sektor pertanian dan industri masing-masing sebanyak 27,62% dan 14,68%.

Angka di bidang pertanian tersebut termasuk bekerja di ladang tembakau. Hal ini disebabkan Indonesia menjadi produsen tembakau terbesar kelima di dunia sehingga kebutuhan jumlah pekerja di sektor tersebut cukup tinggi.

Selain itu, sektor tersebut lebih banyak menyerap tenaga kerja karena tidak membutuhkan keahlian khusus. Akan tetapi, keterlibatan anak di bidang pengolahan tembakau dapat berakibat fatal.

Human Right Watch melalui penelitiannya di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat mengungkap banyak anak yang merasa mual, muntah, dan sakit kepala akibat paparan nikotin yang terus menerus saat bekerja.

Bahkan, salah satu pekerja anak di daerah Jawa Barat turut andil dalam pencampuran racun pestisida yang akan disemprotkan di ladang tembakau. Aroma yang menyengat dari bahan kimia tersebut dapat menyebabkan anak merasa mual.

“Baunya sangat tajam. Membuat perut saya sakit,” ujar salah satu dari pekerja anak, dikutip dari Human Right Watch.

Penulis: Aslamatur Rizqiyah
Editor: Editor

Konten Terkait

Indonesia Jadi Negara yang Paling Cemas Terhadap Korupsi

Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya kebal terhadap bahaya korupsi. Masyarakat di seluruh dunia memiliki alasan kuat untuk waspada terhadap praktik ini.

Persebaran Kasus Cacar Monyet di Uni Afrika Hingga Tahun 2024

Cacar monyet menjadi perhatian utama bagi otoritas kesehatan di Afrika dalam usahanya untuk mengendalikan penyebaran dan melindungi masyarakat.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook