300 Juta Data Pribadi Tersebar, Kapan Indonesia Merdeka dari Serangan Siber?

300 juta data pribadi dan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dibobol. Kini, peran UU PDP dan Kemenkominfo dipertanyakan, mengapa kasus ini terus terjadi?

300 Juta Data Pribadi Tersebar, Kapan Indonesia Merdeka dari Serangan Siber? Ilustrasi Bungkus Gorengan | Siberkreasi

Selama bungkus gorengan masih menggunakan kertas ijazah, sirna sudah harapan untuk keamanan data di Indonesia. Sudah banyak usaha yang dilakukan masyarakat untuk menjaga data privasinya, tetapi sayangnya seolah diabaikan begitu saja oleh pemerintah. 

Ironisnya, kasus kebocoran data terjadi di berbagai instansi, salah satunya adalah pemerintah. Mengutip dari Kompas, mayoritas kasus kebocoran data terjadi karena data tidak dienkripsi. Hal tersebut membuat rakyat lagi-lagi kembali menjadi korban, ratusan juta data pribadi akhirnya terus meluas dan tersebar.

Kasus Kebocoran Data Sepanjang Tahun 2020-2023

Setiap tahun, kasus kebocoran data terus terjadi, nyaris tak pernah absen. Apabila melihat data di bawah, terdapat empat kasus yang terjadi berturut-turut dari 2020 hingga 2023. 

Kasus kebocoran data tak pernah absen dari tahun ke tahun.
Kasus kebocoran data di Indonesia tak pernah absen dari tahun ke tahun | GoodStats

Mengutip dari Medcomm, terdapat insiden kebocoran data di tahun 2020 pada salah satu platform e-commerce di Indonesia, yaitu Tokopedia. Kebocoran data tersebut mengorbankan 91 juta data pribadi pengguna, yang meliputi nama lengkap, alamat email, serta kata sandi pengguna.

Lalu, pada 2021 kembali terjadi kebocoran data yang menimpa peserta BPJS Kesehatan sebesar 279 juta data. Besarnya jumlah kebocoran data tersebut meliputi nama lengkap, alamat, nomor telepon, dan riwayat kesehatan, yang kemudian diperjualbelikan di forum internet gelap (dark web).

Tidak berhenti sampai di situ, pada September 2022 lalu, kembali terjadi kebocoran data Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar 105 juta data. Sebagian besar data KPU berasal dari para pemilih yang terdiri atas nama lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan alamat pemilih. Menurut penyelidikan, aksi kebocoran data ini dilakukan oleh seorang peretas bernama Bjorka. Data curiannya ini kemudian dijual.

Masih dengan penyebab yang serupa, pada tahun 2023, sebanyak 337 juta data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri diretas oleh forum hacker BreachForums. Data tersebut meliputi nama, NIK, nomor Kartu Keluarga (KK), tanggal lahir, alamat, nama ayah, nama ibu, NIK ibu, nomor akta lahir, nomor akta nikah, dan lainnya.

Baca Juga: Tren Influencer Terus Meningkat, Apakah Semua Orang Harus Jadi Influencer?

Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Dibobol Baru-baru ini 

Kasus kebocoran data ternyata tidak berhenti di tahun 2023 saja. Mengutip dari Medcomm, data di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) telah dibobol grup ransomware Brain Chiper pada Kamis (20/6/2024). Serangan ransomware ini telah mengunci data di 282 kementerian/lembaga, bahkan sang peretas meminta tebusan US$8 juta atau Rp131 miliar untuk membuka data.

Berkaca pada kasus-kasus di atas, maraknya insiden kebocoran data dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Data pribadi yang seharusnya dijaga dengan baik, justru mengakibatkan kekhawatiran bagi masyarakat saat ini.

Mengutip dari Inilah.com, enam hari pasca-serangan, pemerintah baru berhasil memulihkan 5 dari 44 data layanan yang terkena dampak. Hal ini memperlihatkan minimnya kesiapsiagaan pemerintah dalam menjamin keamanan masyarakat.

Kebocoran Data Meningkat Signifikan, UU PDP dan Kemenkominfo Dipertanyakan

Pasalnya, rakyat sudah diberi harapan melalui UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang disahkan pada 17 Oktober 2022 lalu. Kehadiran UU tersebut bertujuan untuk melindungi data setiap individu terhadap data tidak sah, pengungkapan yang tidak diinginkan, serta penyalahgunaan data pribadi.

Namun, pengimplementasiannya masih belum berjalan maksimal sehingga kehadiran Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) selaku badan yang mengawasi dan mengawal segala bentuk informasi digital di Indonesia patut dipertanyakan.

Mengutip dari BBC, kasus kebocoran pada PDNS disebut yang ‘paling parah’ sepanjang sejarah peretasan data pemerintah.

Seorang pakar keamanan siber dari Ethical Hackers Indonesia Teguh Aprianto mengatakan bahwa guncangan keamanan siber di Indonesia terjadi karena Kemenkominfo tidak memiliki pusat data cadangan dan belum memiliki sistem pertahanan yang cukup kuat untuk menghadapi serangan siber.

Upaya Kemenkominfo dalam Mengatasi Kasus Peretasan

Lebih lanjut, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong menjelaskan bahwa penyimpanan data cadangan saja tidaklah cukup untuk mengimbangi kemajuan teknologi saat ini.

Kasus kebocoran data bukan lagi hanya menjadi perhatian pemerintah, melainkan menjadi teguran keras untuk segera mengevaluasi, bahkan memperbaiki segala sistem rancangan perlindungan data.

Jika sistem sudah berjalan dengan baik, pemerintah juga harus mengawasinya secara berkala karena kasus ini telah merugikan masyarakat, yang sebagian besar telah menaruh kepercayaan data pribadinya terhadap pemerintah.

Baca Juga: Jumlah Kebocoran Data di Indonesia Capai 1 Juta di 2023

Penulis: Zakiah machfir
Editor: Editor

Konten Terkait

Apakah Radio Masih Relevan Didengarkan di Era Digital?

Di era yang serba digital seperti saat ini, radio nyatanya masih eksis khususnya di kalangan anak muda, dengan ikut melakukan digitalisasi.

10 Negara Pengguna Teknologi Pencarian Visual Tertinggi, Ada Indonesia!

Menurut Data Reportal, warganet RI ada di urutan ke-6 negara yang banyak memakai alat pencarian visual di ponselnya tiap bulan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook