Melihat Preferensi Masyarakat dalam Membeli Rumah, Tunai atau KPR?

Mayoritas masyarakat (52,85%) tampak masih menyukai sistem pembelian secara tunai dibandingkan menggunakan metode angsuran KPR ataupun non-KPR.

Melihat Preferensi Masyarakat dalam Membeli Rumah, Tunai atau KPR? Ilustrasi pembangunan rumah│Jcomp/Freepik

Tempat tinggal menjadi kebutuhan pokok manusia. Hingga saat ini, kepemilikan rumah sebagai tempat tinggal masih menjadi impian sebagian besar orang, dibandingkan menyewa atau mengontrak. Hal ini sesuai dengan hasil survei BPS tahun 2022 yang menyatakan 83,99% masyarakat Indonesia memiliki status kepemilikan terhadap rumahnya sendiri. Sedangkan, hanya sekitar 6,13% sisanya berstatus mengontrak.

Rumah dianggap sebagai salah satu kepemilikan barang yang berharga sekaligus menjadi aset investasi, mengingat harga jual tiap tahunnya mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Selain itu, memiliki rumah dianggap lebih efisien dibandingkan harus membayar uang sewa tiap bulan atau tiap tahun tanpa status kepemilikan.

Untuk membantu merealisasikan keinginan masyarakat terhadap kepemilikan rumah, pemerintah melalui bank BUMN telah menerapkan sistem Kredit Perumahan Rakyat (KPR). Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), program KPR merupakan fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. KPR memungkinkan masyarakat membeli, membangun, atau merenovasi rumah dengan cara mencicil tiap bulan selama jangka waktu tertentu.

Program tersebut pertama kali dimandatkan pemerintah kepada Bank Tabungan Negara (BTN) melalui Surat Menteri Keuangan nomor B-49/MK/I/1974. Hingga saat ini, beberapa bank milik negara telah menerima dan melayani pengajuan KPR dari masyarakat. Sistem KPR dinilai lebih efisien dibandingkan sistem menabung mengingat harga properti semakin melejit dengan cepat.

Meski demikian, mayoritas masyarakat (52,85%) tampak masih menyukai sistem pembelian secara tunai dibandingkan menggunakan metode angsuran KPR ataupun non-KPR. Pola pembelian atau pembangunan rumah secara tunai umumnya dilakukan oleh masyarakat perdesaan.

Hasil survei BPS yang dipublikasikan dalam Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 menunjukkan, sebanyak 83,37% masyarakat perdesaan menggunakan sistem pembelian rumah secara tunai. Hanya 3,5% masyarakat perdesaan yang menggunakan layanan KPR. Sedangkan, sistem pembayaran angsuran non-KPR tampak lebih disukai dengan persentase penggunaan sebanyak 9,53% orang.

Sementara itu, penggunaan layanan KPR tampak semakin tinggi. 36,08% masyarakat yang membeli rumah, baik melalui pengembang maupun tidak, menggunakan sistem kredit KPR. Rumah tangga yang membeli rumah dengan angsuran KPR lebih banyak ditemui di daerah perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan dengan perbandingan 41,30% dan 3,44%.

Salah satu alasannya ialah harga rumah di daerah perkotaan relatif jauh lebih tinggi dibandingkan di perdesaan sehingga perubahan status kepemilikan rumah dengan cara mengangsur lebih umum di perkotaan. Selain itu, fenomena tersebut juga dapat terjadi karena perumahan lebih banyak dibangun di daerah perkotaan dibandingkan di perdesaan.

Perumahan yang dimaksud ialah perumahan bagian dari “Program Sejuta Rumah” (PSR), salah satu bagian program KPR dari pemerintah yang dicanangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dalam program tersebut, pemerintah menyediakan total 1 juta unit rumah, 700 ribu unit untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan sisanya untuk non MBR.

Meskipun sudah ada fasilitas kredit khusus untuk membeli rumah (KPR), namun masih terdapat rumah tangga yang menempati rumah/bangunan tempat tinggal dengan status kepemilikan milik sendiri dengan melakukan pembelian dengan cara angsuran non-KPR. Sebesar 10,39% masyarakat mengambil angsuran untuk pembayaran kredit pemilikan rumah/bangunan tempat tinggal yang sumbernya dari lembaga keuangan yang bukan diperuntukkan sebagai pembiayaan KPR.

Penulis: Aslamatur Rizqiyah
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Daftar Profesi Paling Rawan Terlibat Pencucian Uang di Indonesia

Pemerintah/legislatif menjadi profesi yang paling rawan terlibat dalam kasus pencucian uang di Indonesia, skornya mencapai angka sempurna.

Daftar Instansi Paling Banyak Dilaporkan Atas Kasus Gratifikasi, Kementerian Tertinggi

Kementerian menduduki peringkat teratas sebagai instansi dengan laporan gratifikasi tertinggi pada 2023, yakni sebanyak 1.513 laporan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook